Hai guys ane mau share nih Jenis dab pemungutan pajak serta kewajiban pajak
gak sengaja tadi di jalan ada yang nanya ............
Jenis dan macam pajak yang berlaku di Indonesia
kalau dilihat daria siapa pemungutnya bervariatif guys , yang dibedakan jadi dua Golongan kanan dan golongan Kiri haha Bercanda Guys mana Bold lagi hehe yu Di simak
Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak
Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam
hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak -
Kementerian Keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan
dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat Jenderal
Pajak. Untuk pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak derah,
akan dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak
Daerah atau Kantor sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah
setempat.
Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan ( PPh )
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang
dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama
dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat
berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai ( PPN )
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang
Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang
dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali
ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM )
Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang Kena Pajak tertentu
yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Materai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen,
seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat
berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Pertambangan dan Perhutanan (PBB P3)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah
dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir
seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah
baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor ;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Air Permukaan;.
e. Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir.
h. Pajak Air
i. Pajak sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)
k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
2. Berdasarkan pembayarnya, Pajak dapat dibagi dua golongan, yaitu :
1. Pajak langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib
pajak dan tidak dilimpahkan kepada orang lain. Misalnya : pajak seorang
pengusaha dibayar dari pendapatan atau labanya sendiri sehingga pada
dasarnya pajak ini tidak menaikkan harga barang yang diproduksi oleh
pengusaha itu.
Contoh pajak langsung : pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak rumah
tangga, pajak perseroan, pajak bumi dan bangunan dan sebagainya.
2. Pajak tidak langsung ialah pajak yang dibayar oleh si wajib pajak
tetapi oleh wajib pajak ini dibebankan kepada orang lain yang membeli
barang-barang yang dihasilkan olehnya. Pajak ini akhirnya dapat
menaikkan harga, karena dibebankan kepada pembeli dan karena itu hanya
dibayar kalau terjadi transaksi yang menimbulkan pajak tersebut.
Misalnya : pajak pertambahan nilai, pajak penjualan, pajak pembangunan,
bea materai, bea balik nama dan sebagainya.
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Kewajiban pajak itu timbul setelah memenuhi dua syarat, yaitu :
a. Kewajiban
pajak subyektif ialah kewajiban pajak yang melihat orangnya. Misalnya :
semua orang atau badan hukum yang berdomisili di Indonesia memenuhi
kewajiban pajak subyektif.
b. Kewajiban
pajak obyektif ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal yang
dikenakan pajak. Misalnya : orang atau badan hukum yang memenuhi
kewajiban pajak kekayaan adalah orang yang punya kekayaan tertentu, yang
memenuhi kewajiban pajak kendaraan ialah orang yang punya kendaraan
bermotor dan sebagainya.
Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu
antara keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka
Undang-Undang Perpajakan yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan mengakomodir mengenai hak dan kewajiban Wajib
Pajak.
Kewajibanya GIMANA YAAAA ??
yUK Di simak lagi
selain tadi ada Istilah Tiga M untuk Kewajiban
KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai
kewajiban untuk mendaftarkan diri ke KPP atau KP2KP yang wilayahnya
meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan No Pokok Wajib Pajak. Disamping melalui KPP atau KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui E-rEGISTRASION , yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
Bagi Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP apabila telah memenuhi
persyaratan tertentu. Syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah
pengusaha orang pribadi atau badan tersebut melakukan penyerahan barang
kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan
bruto (omzet) melebihi Rp. 4.800.000.000,- setahun. Wajib Pajak yang
tidak memenuhi persyaratan tersebut, dapat juga melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Bagi pengusaha yang telah diukuhkan sebagai PKP, diwajibkan untuk
memungut PPN dari setiap pembeli/pemakai jasanya dengan menerbitkan
faktur pajak. PPN yang sudah dipungut, kemudian dilaporkan dalam laporan
bulanan (SPT Masa) dan apabila ternyata ada PPN yang harus disetor ke
bank atau kantor pos, maka harus disetor terlebih dahulu sebelum
dilaporkan ke ke KPP tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar. KPP atau
KP2KP akan melakukan penelitian mengenai keberadaan dan kegiatan usaha
di tempat usaha Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP tersebut.
KEWAJIBAN PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, DAN PELAPORAN PAJAK
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib
melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak
terutang.
|
Jatuh tempo pembayaran dan pelaporan pajak |
KEWAJIBAN DALAM HAL DIPERIKSA
Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka
menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah :
1. Memenuhi
panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang
ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
2. memperlihatkan
dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang Menjadi dasarnya,
dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk
Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk
mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik.
3. Memberikan
kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan
memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan.
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
KEWAJIBAN MEMBERI DATA
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada
Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.
Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan
sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan informasi
yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi
pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi dimaksud adalah data dan
informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan
atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang
bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan
keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada
instansi lain di luar Direktorat Jenderal Pajak.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan
data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang
dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan
pihak lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan
dengan perpajakan) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10
(sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah).
HAK ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih
kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak
yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang
seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan
kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap.
Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk
PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui
pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.
Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara :
1. Melalui Surat Pemberitahuan (SPT),
2. Dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Apabila Direktorat Jenderal Pajak terlambat mengembalikan kelebihan
pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima
bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
HAK DALAM HAL WAJIB PAJAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN
Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dengan tujuan
menguji kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam hal dilakukan pemeriksaan, Wajib Pajak berhak :
- Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
- Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
- Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
- Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
- untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana
disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan
pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan
yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan
dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil
Pemeriksaan.
Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang
dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal
Laporan Hasil Pemeriksaan.
HAK UNTUK MENGAJUKAN KEBERATAN, BANDING & PENINJAUAN KEMBALI
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat
mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau
nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan
atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum puas dengan
keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding.
Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa
pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan
Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan
Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa
denda, bunga, dan kenaikan.
HAK-HAK WAJIB PAJAK LAINNYA
- Hak Kerahasiaan Bagi Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas
segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat
Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping
itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli
bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka
kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti
tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau
diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
- Hak Untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.
- Hak Untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang
Pribadi.
- Hak Untuk Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
- Hak Untuk Pengurangan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak
yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab
tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam
dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan
veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan
atas pajak terutang. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah
(Kota/Kabupaten), pengurusan untuk pengurangan PBB tidak lagi di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor Dinas Pendapatan Kota/kabupaten
setempat.
- Hak Untuk Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan Pajak Penghasilan.
- Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak
Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan
untuk PPh sejak tanggal permohonan.
- Hak Untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah
atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang
diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh
pemerintah.
- Hak Untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu
diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu
yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat
Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun
yang penyerahannya di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu.
Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan
Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan
perolehan bahan baku.