Selasa, 14 November 2017

Baznas dan lembaga Zakat lainya Wajib Menerapkan Transparansi Keuangan dan kinerja



Baznas dan lembaga Zakat lainya Wajib Menerapkan Transparansi Keuangan dan kinerja

Oleh: Tri Aji Pamungkas
           Mahasiswa Sebi University College Of Islamic Economic dan University Student Scheme (USS) IAI – ICAEW

Hasil gambar untuk transparansi kinerja BAZ 

Dengan terbitnya UU no 23 tahun 2011 tentang Pengelolaaan Zakat, maka zakat, baik pengumpulannya maupun pendistribusiannya, sudah menjadi urusan negara. Membayar zakat,  adalah bagian dari penerapan nilai-nilai Pancasila. Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam di Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai dasar negaranya, karena dengan menunaikan zakat sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sila Kemanusiaan, sila Persatuan, sila Kerakyatan, dan sila Keadilan Sosial dilaksanakan dengan nyata sekaligus. Ini sangat sejalan dengan perintah Allah dalam Alquran, yaitu perintah mendirikan salat yang diikuti dengan perintah menunaikan zakat, yang diulang-ulang sampai 32 kali. Ini berani bahwa sukses dalam hablumminallah harus senantiasa dibuktikan dengan sukses dalam hablumminannas. Kesalehan relijius harus berbuah kesalihan sosial . Ketua Baznas 14/6/2017 lalu. Hal ini pun sejalan dengan perintah agama Islam.
            Perkembangan kesadaran masyarakat untuk berbagi dan memberikan sebagian apa yang dimiliki kepada lembaga terkait semakin tinggi di indonesia, semangat ini merupakan semakin yang khas dimiliki warga indonesia terlebih lagi memiliki tingkat kedekatan pada religius yang lebih dibanding negara lain. Salah satu yang paling dominan tentang dogma dan anjuran berbagi yang tercantum dalam ajaran islam menjadikan masyarakat semakin memiliki potensi yang sangat besar dari segi social fund. Di indonesia sendiri potensi pengembangan dan pemanfaatan penerimaan zakat memiliki nilai yang sangat tinggi hingga 286 triliun berdasarkan rilis Baznas tahun terkini.
            Semakin tinggi nya potensi dan awarnes masyarakat maka berbalik dengan semakin tinggi tuntutan masyarakat terhadap apa yang dipercayainya. Pengembangan Social Fund Engenering khususnya dalam dunia zakat meiliki potensi yang sangat besar di indonesia dan meiliki karakteristik yang pas dengan suasana negara yang mayoritas moeslim dan tingkat kepercayaan religiusnya lebih tinggi dibanding negara lain.hal ini sangat perlu sekali di dorong untuk menjadikan dunia zakat semakin baik dan semakin maju kebermanfaatanya.
            Adanya era tranformasi informasi dari dunia digital non integrated menjadi terintegrasi dengan banyak kemudahan seharusnya sudah menjadi kewajiban untuk melakukan tranfaransi di dunia zakat. Adanya informasi tentang management zakat,program zakat,tranfaransi laporan keuangan lembaga zakat dan lainya sangat di wajibkan di era sekarang. Menurut Ram Al Jafrii Saad dkk dalam jurnal Islamic accountability Framework in the zakat funds management mengatakan bahwa dalam praktiknya akuntabilitas lembaga zakat harus di pertanggungjawabkan bukan saja dengan manusia melinkan memiliki tanggung jawab penuh kepada Allah. Selain kepada dua hal tadi akuntabilitas zakat memiliki tanggung jawab lebih terhadap fatwa dan peraturan positif lainya serta memberikan hak informasi dan tranfaransi kepada muzaki.
            Pentingnya tranparansi dan akuntabilitas intitusi zakat membuktikan bahwa lembaga zakat bukan lagi entitas yang hanya mengambil penerimaan dana umat melainkan entitas yyang berkewajiban dan bertugas untuk memberikan manfaat kepada umat lainya. Maka bergainer terkait dengan peningkatan poisisi lembaga zakat itu sendiri sebagai social intermediate sangat diperlukan untuk meningkatkan loyalitas para amil dan menumbuhkan profesional para amil sekaligus menambah kepercayaan para muzaki.
            Di dalam dunia akuntansi sendiri sangat berkaitan erat dengan peran pentingnya sebagai sarana aktualisasi untuk melakukan tranparansi yang lebih baik. Dengan hadirnya pernyataan standart akuntansi 109 yang secara khusus mengatur zakat infaq dan sedekah membuktikan bahwa sudah saat nya dunia zakat melakukan era reformasi transfaransi dari hanyaberbasi pengumuman seperti yang dilakukan di masjid sebelumnya yang bisa dimasukan kedalam sarana media yang dimiliki entah koran, artikel buletin , dan sarana lainya.
            Ruang lingkup ini perlu dibangun dan dimaksimalkan agar management zakat merasa bahwa ia memiliki tanggung jawab moril kepada umat tentang tanggung jawab posisi nya sebagai muzaki.selain dari itu ruang lingkup tranparansi dan akuntabilitas publik terkait dana zakat dan dana dengan basis social lainya menjadi bencmark bagi pengembangan tranparansi informasi untuk entitas lainya baik lembaga pemerintah atau lainya.
             Dalam perkembanganya tranparansi dan akuntabilitas di era sekarang sangat dituntut oleh masyarakat karena berkaitan langsung dengan awarnes dan trust masyarakat itu sendiri. Karena zakat dan social fund Enggenering lainya merupakan entitas yang tidak akan terlepas dari kepercayaan maka tuntutan akuntabilitas dan tranparansi sudah syarat akan kewajiban.
`           Diferensiasi lembaga atau institusi berbasis islam seperti lembaga zakat selain dari adanya pemanfaatan dan konsep falah oriented yang membedakan dalam praktik nya lembaga ini wajib memiliki dewan pertimbangan atas operasionalisasi yang sesuai dengan syariah islam dan regulasi terkait, hal ini pula yang membedakan akuntabilitas keuangan atau lapiran keuangan dan management intitusi zakat denga NGO lainya. Selain pemanfaatan dan penggunaan yang dapat dibedakan dalam bentuk manfaat dan khalayak yang sesuai dengan alurnya yang telah di syariatkan atau di gariskan dalam kepercayaan islam. Semangat ini pula dibangun atas dasar semangat untuk melakukan reformasi orientasi yang semula hanya keduniaan saja menjadi orientasi yang ke akhiratan pula. Hal ini yang menjadikan ciri khas tersendiridibanding dengan intitusi lainya.
            Tantangan yang setidaknya muncul dalam tranparansi dari reformasi media yang berkembang saat ini yakni dari peran dan pemanfaatan organisasu dalam memanfaatkan media sebagai dunia awarnes baru dibanding dengan secara konvensional selanjutnya bisa dilihat dari adanya generasi milineal yang memiliki tingkat kegemaran terhadap media lebih besar jika hal ini di jadikan saran aktualisasi tranparansi media saat ini maka bukan tidak mungkin generasi kedepanya menjadikan generasi yang awarnes terhadap dunia zakat.

Senin, 13 November 2017

Islamic Economic Zaman Now

Islamic Economic Zaman Now 

Oleh: Dudung Stheven Al-Azhary


(Chairman of Scientific and Research Team Fossei Jabodetabek)
Ekonomi Syariah sangat di identikan dengan industri keuangan syariah, yang meliputi industri yang termasuk dengan lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank. Padahal, ekonomi islam bukan hanya termasuk bank melainkan masuk kepada elemen terkecil dalam kegiatan ekonomi termasuk dalam ekonomi Syariah.
Mari kita belajar dari Industri Keuangan Bank yang sedang di idolakan para pelaku bisnis, ekonomi islam menjadi salah satu alternatif dalam upaya penyembuhan dan keaadan ekonomi dunia saat ini. Ekonomi islam dianggap sebagai salah satu system yang moderat dan dapat menguntungkan semua pihak tanpa ada aspek aspek yang didzalimi apabila dialkasanakan sesuai dengan kajian teoritis Alquran dan Sunnah. Di Indonesia sendiri dengan adanya undang-undang No.21 tahun 2008 sebagai legalitas adanya perbankan syariah di Indonesia. Undang-undang perbankan syariah memiliki ciri khas tersendiri dimana memberikan penjelasan bahwa bagi setiap Bank Perkreditan Daerah (BPD) yang memiliki unit usaha syariah wajib bertranformasi menjadi syariah di tahun 2022.
Berbicara terkait dengan Bank syariah di Indonesia memiliki beberapa hal yang tidak sesuai dengan filosofi ekonomi syariah sebenarnya. Selayaknya, ekonomi islam yang diimpikan adalah mencakup keumatan, memberikan efek positif pada msayrakat secara komprehensif dan tidak menimbulkan adanya kesenjangan lebih antara orang kaya dan orang miskin. Perjalanan 25 tahun ekonomi islam dengan adanya Bank Muamalat sebagai  inisiator bank syariah di Indonesia sejauh ini apabila kita melihat dari data kepemilikan asset atau Dana pihak ketiga di Bank syariah sangat memperihatinkan, menurut data LPS 2017 0,04% dari total jumlah rekening menguasai 45,48% dana berputar di perbankan, sedangkan 97,89% dari total rekening hanya bisa menguasai asset dari perputaran uang sebesar 14,74%. Penyebab ketimpangan sektoral ini di sebabkan karena dua hal dalam teori ekonomi islam dan ekonomi modern saat ini yakni Inquality Asset dan Inquality Opportunity (M.Fadhil Hasan dalam diskusi Darurat Ketimpangan Ekonomi di Komisi XI DPR RI salah satu Fraksi).

Dari data diatas sederhana saya ungkapkan bahwa ketimpangan terjadi bukan karena dua hal sebagaimana disebutkan melainkan karena adanya system kapitalisme yang masuk di dunia perbankan syariah itu sendiri sehingga menimbulkan efek yang dominan kedalam ketidakbergerakan sumbangan positif bank syariah yang dianggap sebagai icon ekonomi syariah terhadap perbaikan ekonomi umat, pendapat ini diperjelas dengan adanya statistic perbankan syariah di ojk per 2016 dengan indicator porsi kredit pertanian yang masih minim yakni hanya diangka 6-7%. Sedangkan mayoritas menengah kebawah di Indonesia adalah dari segmentasi usaha pertanian. Dalih permasalahan dalam hal ini adalah masih minimnya skematik di perbankan syariah untuk mitigasi resiko dalam melakukan pembiayaan pertanian, berbeda dengan pembiayaan perumahan yang sering mendapat perlakuan lebih krena nilai profit yang menjanjikan.solusi utama dalam hal ini adalah dengan adanya system penjaminan atau kafalah bagi nasabah petani oleh pihak terkait dalam hal ini pemerintah serta memberikan upgrading lebih kepada para petani melalui lembaga-lembaga atau aktivis yang bergerak di bidang pertanian untuk melakukan sosialisai terkait dengan keuangan syariah.sebagaimana contoh sosialisasi yang dilakukan Swadaya Petani Indonesia tentang keuangan akan menumbuhkan literasi keuangan apalagi dengan keuangan syariah. Hal seperti ini patut ditiru dan dijadikan sebagai penyemangan untuk ekonomi islam di Indonesia yang sebenarnya. 

Minggu, 05 November 2017

Ekonomi Syariah: Islamphobia Transaksi Syariah di Era Modern



Ekonomi Syariah: Islamphobia Transaksi Syariah di Era Modern
Oleh: Tri Aji Pamungkas
Kordinator Fossei Jabodetabek

Jika di Eropa atau Amerika di kenal dengan Islamphobia akibat dari adanya kejadian WTC 11 September 2001 silam yang memberikan stigma negatif pada apapun yang berlabel islam. Jika kita kaitkan dengan kegiatan ekonomi seharusnya kejadian krisis moneter 1998 dan krisis 2008 seharusnya memberikan stigma negatif pula bahwa system ekonomi kapitalis tidak tahan akan guncangan yang terjadi di era modern. Pertanyaan mendasar apakah kejadian WTC daianggap lebih krisis padahal belum tahu apakah betul orang islam pelaku nya atau kejadian krisis ekonomi 1998 tidak terlalu parah bagi dunia?
Tidak apple to apple tentunya dalam pembandingan antara kedua kasus diatas karena berkaitan dengan hal yang berbeda.penulis ingin memberikan gambaran bahwa kejadian dalam ekonomi khususnya ekonomi syariah sedang mengalami phobia yang entah karena apa penyebabnya. Berdasarkan data survey Nasional literasi dan Inklusi keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh otoritas Jasa keuangan pada tahun lalu, literasi dan inklusi keuangan syariah  di Indonesia baru mencapai 8,11% dan 11,06% sedangkan apabila di hitung secra nasional 29,66% dan 67,82% . Data ini menunjukan bahwa masih banyak dari penduduk di Indonesia yang notabene mayoritas muslim menggunakan transaksi non syariah.
Permasalahan utama dalam hal ini adalah minimnya kesadaran muslim di Indonesia dalam menyikapi transaksi yang digunakan, masih banyak yang mengganggap bahwa transaksi dengan menggunakan syariah sama saja dengan menggunakan konvensional, sebagian menganggap transaksi syariah lebih mahal dan sebagian lainya masih ikut arus atau mengikuti trend keadaan daerah setempat. Dilain sisi tranformasi dari entitas usaha syariah masih minim dalam upaya melakukan peningkatan pelayanan yang diberikan di masyarakat, sebagai contoh dalam industry Asuransi Syariah dari total 21 Usaha ini hanya 4 entitas yang menguasai pasar dan apabila dilihat dari jumlah kantor yang beredar di Indonesia lebih 50% berlokasi di jawa dan sisanya menyebar di wilayah lain (mysharing). Hal ini menunjukan penetrasi dari entitas sendiri belum maksimal sehingga membuat masyarakat lebih lanjut menderita phobia transaksi dengan syariah, sikap phobia dilanjutkan dengan adanya kecenderungan masyarakat yang lebih memilih arus ikut kebanyakan orang yang menganggap sama saja antara syariah dan konvensional efeknya berlangsung hingga transaksi yang dilakukan sehari-hari seperti tranfer, e-banking, beli pulsa dan lainya yang biasanya berkenaan dengan transaksi keumuman. Sejauh pemahaman masyarakat masih kurang membuka terhadap adanya ekonomi islam dan kurang partisipatifnya para sosialis syariah dalam melakukan branding ekonomi syariah maka sejauh itu pula peningkatan terkait ekonomi islam dalam lapangan.
Dalam hal ini Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI) khususnya di wilayah administrasi Regional Jabodetabek yang mencakup wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dan melingkupi dari 26 Universitas dibawahnya mengupayakan adanya pencerdasan terkait Islamphobia transaksi menggunakan Entitas syariah baik LKS atau IKNB dan  berkaitan dengan halal transaksi lainya. Acara ini merupakan kegiatan tahunan dalam rangka ulang tahun Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam yang dinamakan dengan KAMNAS FOSSEI yang tersebar secara serentak pula di regional lain pada Tanggal 22 Mei 2017.
Dengan adanya infiltrasi dalam kegiatan yang diupayakan secara Voluntary oleh masayarakat dalam hal ini kalangan mahasiswa, maka harapan kedepan adanya sinergitas dari pihak terkait dalam mendukung dan mengembangkan ekonomi islam di negeri Indonesia.

Mahabbah

 Cinta itu  laksana sebuah perang,  amat mudah mengobarkannya,  namun amat sulit untuk memadamkannya   Ketika kita mencintai,  perasaan kita...