“Mudharabah Musytarakah Bil
Kafalah Skema Akad untuk
Pengembangan Umkm di Indonesia
Oleh : Tri Aji Pamungkas
Mahasiswa Sebi University College Of Islamic
Economic dan University Student Scheme (USS) IAI –
ICAEW
Abstract
As where Law No. 20 of 2008 on SMEs and regional
governments to grow the business climate by establishing laws and policies
which include among others the funding aspect, which includes some of the first
point, the funding sources and facilitate SMEs to get access to credit banking
and financial institutions other than banks. second, multiply financial
institutions and expanded its network so it can be accessed by Micro, Small and
Medium Enterprises. Third, provide ease in obtaining financing fast, accurate,
inexpensive, and non-discriminatory in service in accordance with the
provisions of the legislation. Fourth, helping the perpetrators of Micro and
Small Enterprises to obtain financing and services / other financial products
provided by banks and non-bank financial institutions, both of which use the
conventional system and sharia system with a guarantee provided by the
Government. Ministry of Commerce that one of the main obstacles for financial
institutions to carry out its role in the development of SMEs, namely the
difficulty of assessing SMEs are feasible and bankable who meet the
requirements stipulated in the grant of credit, it can be seen on the track
record of financing of MSMEs in national slightly stagnation of growth can only
go up from points 740 to 765 in the last two years, more profound by the report
Association of Bank Syariah Indonesia ownership in the Syariah decreased
significan in financing to the sector of SMEs from 2013 to 2014, from 110 to
point 60 and 2015 decreased to the point 50 as well as the stagnation in the
year 2016 to the data of August this lalu.hal salahsatunya limited due to
several things that facilitate micro credit for SMEs from banks, inability to
provide additional guarantees and liquidation of the risk is very low for the
SME sector.The author in this case provides some schemes for SMEs in innovation
agreement that the merger agreement that Mudharabah Investment Guarantee
Musytarakah with or Kafalah which will provide some review inter-agency
cooperation schemes which would be the repertoire for the development and
empowerment of Micro, Small and Medium Enterprises in Indonesia
Keywords: SMEs,
Innovation Of Akad, Mudharabah Musytarakah and Kafalah
Abstrak
Sebagaimana Undang-undang No 20 tahun 2008 tentang
UMKM Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi antara lain aspek
pendanaan, yang meliputi beberapa poin yang pertama,memperluas sumber
pendanaan dan memfasilitasi UMKM untuk dapat mengakses kredit perbankan &
lembaga keuangan selain bank. kedua,memperbanyak lembaga pembiayaan dan
memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah. Ketiga,memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara
cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Keempat,membantu para pelaku
Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk
keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan
bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan Jaminan
yang disediakan oleh Pemerintah. Kementrian Perdagangan bahwa salah satu kendala
utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan peranannya dalam pengembangan
UMKM, yaitu sulitnya menilai UMKM yang feasible dan bankable yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian kredit,hal ini dapat kita lihat
dari track record pembiayaan Terhadap umkm secara Nasional yang sedikit
mengalami stagnansi pertumbuhan yang hanya dapat naik dari poin 740 ke 765
dalam dua tahun terakhir,lebih mendalam lagi berdasarkan laporan Asosiasi Bank
Syariah Indonesia diperbankan Syariah mengalami penurunan yang significan dalam
pembiayaan ke sector umkm dari tahun 2013 ke 2014 dari 110 ke titik 60 dan
ditahun 2015 menurun ke titik 50 serta adanya stagnansi ditahun 2016 sampai
data agustus lalu.hal ini salahsatunya disebabkan beberapa hal yakni Terbatasnya
fasilitasi kredit mikro bagi UMKM dari perbankan, Ketidakmampuan dalam
menyediakan jaminan tambahan dan adanya resiko likuidasi yang sangat rendah
bagi sector UMKM.
Penulis dalam hal ini memberikan beberapa skema
dalam inovasi akad bagi Umkm yakni adanya penggabungan akad Investasi yakni
Mudharabah Musytarakah dengan Penjaminan atau Kafalah yang mana akan memberikan
beberapa tinjauan skema kerjasama antar lembaga yang akan menjadi khasanah bagi
pengembangan dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia
Kata Kunci :
UMKM,Inovasi Akad,Mudharabah Musytarakah dan Kafalah
BAB II
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Struktur ekonomi di
Indonesia terdiri dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan usaha besar
yang masing-masing memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun demikian, UMKM memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan usaha besar.
Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1.1 Jumlah unit usaha, tenaga kerja dan nilai
PDB atas harga berlaku UMKM dan Usaha Besar di Indonesia Tahun 2013
Kelompok
|
PDB atas harga
|
|||||||
No
|
Jumlah
Usaha
|
Jumlah
TK
|
berlaku
|
|||||
Usaha
|
||||||||
Unit
|
%
|
Orang
|
%
|
(Milyar)
|
%
|
|||
1
|
Usaha Besar
|
5.066
|
0,01
|
3.537.162
|
3,01
|
1.133.396,05
|
42,44
|
|
Usaha Mikro
|
||||||||
Kecil dan
|
||||||||
2
|
Menengah
|
57.895.721
|
99,99
|
114.144.082
|
96,99
|
1.536.918,80
|
57,56
|
Sumber : BPS,2013
Berdasarkan tabel 1.1
mengenai jumlah usaha, tenaga kerja dan kontribusi terhadap PDB, bahwa pada
tahun 2013 jumlah industri UMKM sebesar 99,99 persen, total penyerapan tenaga
kerja sebesar 96,99 persen sedangkan jumlah usaha besar hanya 0,01 persen dan penyerapan
tenaga kerjanya hanya 3,01 persen. Demikian dengan kontribusi yang diberikan
terhadap PDB yakni, 42,44 persen dari usaha besar dan lebih dari setengahnya
atau 57,56 persen dari UMKM1.
Peran UMKM tak bisa
diepaskan dari krisis ekonomi tahun 1988 dan tahun 2008. Industri kecil
terbukti mampu bertahan di tengah krisis sementara industri besar tidak mampu
menahan guncangan, mengalami stagnasi dan akhirnya collapse. Hal ini
dikarenakan produksi usaha kecil tidak dipengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah
dan membuatnya menjadi tahan terhadap guncngan perekonomian global sehingga
berhasil menjadi pondasi kokoh bagi pembangunan ekonomi nasional.
Oleh karena itu
pengembangan sektor UMKM merupakan dasar dalam upaya perbaikan ekonomi nasional
karena sebagian besar usaha yang ada di Indonesia merupakan
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png)
1 Data BPS 2013
sektor UMKM
yang banyak menyerap
tenaga kerja dan
memanfaatkan sumber daya domestik.Walaupun demikian,
pada kenyataannya UMKM
masih menghadapi berbagai permasalahan. Disisi lain
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image003.jpg)
intensitas
|
pembiayaan
|
|||
perbankan
|
secara
|
|||
Nasional
|
masih
|
belum
|
||
bisa
|
berbuat banyak
|
|||
dalam
|
mengatasi
|
|||
permasalahan
|
||||
permodalan
|
||||
umkm,berdasarkan
|
Data
|
|||
dari
|
otoritas
|
Jasa
|
||
Keuangan
|
yang
|
|||
Data OJK
2016 diolah Penulis
|
disampaikan pada
|
acara
|
||
literasi
|
Penjaminan
|
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image005.jpg)
Perbankan
Syariah dengan lembaga penjaminan bersama Masyarakat Ekonomi Syariah
sebagaimana yang disajikan dalam grafik diatas menunjukan pertumbuhan secara
Nasional namun masih belum significant2,dilain
sisi data pembiayaan perbankan syariah mengalami penurunan yang significant
sebagaimana yang disajikan dalam grafik pembiayaan perbankan syariah pada umkm.
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Deputi Bidang pengkajian Sumberdaya Koperasi dan
UKM menunjukkan bahwa 87,34 % atau 42,796 juta3
UMKM membutuhkan pinjaman dana untuk memperkuat permodalan dalam rangka
mengembangkan usahanya. Namun, sampai Desember 2010 baru
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image007.jpg)
2 Data OJK diolah
Penulis
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image009.jpg)
Data
Pembiayaan Bank Syariah Pada UMKM (Diolah)
Struktur Modal
UMKM Dari Kemenkop& UMKM (Diolah )
|
sekitar
9,17 persen umkm yang telah terlayani dari kebutuhan kreditnya.4
bagi umkm Bahkan Perbankan Syariah masih belum bisa berbicara banyak dalam
melakukan Pembiayaanya di sector umkm,hal ini dapat dilihat dari data
Pembiayaan Perbankan Syariah di sektor Umkm
dari tahun
2011 hingga
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image011.jpg)
Agustus 2016 ada penurunan secara
significant dalam permodalan atau pembiayaan untuk sektor Umkm di Indonesia5.Apabila kita melihat grafik struktur Modal umkm
Berdasarkan data yang diperoleh dari
kementrian Koperasi
mengenai Presentase sumber permodalan umkm
di
Indonesia Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat persentase sumber permodalan
UMKM didominasi oleh modal sendiri (71 persen). Hal ini menunjukan masih
rendahnya dukungan lembaga formal
seperti perbankan (16 persen) dan lembaga keuangan non-bank (3 persen) terhadap
UMKM. Sumber dari lembaga keuangan non-bank bahkan lebih rendah dari pinjaman
yang diberikan perorangan (rentenir) yang mencapai 5% dimana bunganya lebih
besar dari lembaga formal lainnya, sedangkan koperasi hanya 1% sebagai salah
satu sumber permodalan UMKM.6
Di lain sesi Perbankan
pula harus melihat bagaimana peluang dan tantangan yang dimilikinya dalam
pembiayaan atau penyaluran (Financing) terhadap umkm yang memiliki tekstur yang
sangat unik,hal ini akan berdampak pada tingginya Overhead Cost yang akan
berimbas pada presepsi pembiayaan bermasalah tidak dieksekusi dan pada akurasi
validasi bisnis yangakan meningkatkan NPF relatif cukup tinggi.
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image012.png)
4 Syarif 2011
5
SPPS Agustus 2016
OJK
6
Kementrian Koperasi
dan UMKM 2014
Tantangan
Perbankan Syariah untuk UMKM
|
UMKM serta tingkat resiko
yang dimiliki umkm sehingga bang sangat sulit untuk masuk ke umkm.Padahal,
permodalan merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan daya saing UMKM7.
Sudaryanto (2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa strategi untuk
mengembangkan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan penyaluran kredit.
disisi lain bank memiliki peluang yang sangat luar biasa yang bisa dimanfaatkan
dari pembiayaan umkm
ini Sektor
Unggulan Bank Syariah Bank syariah fokus
pada
sektor ritel dimana bisnisnya tumbuh pada sektor ritel8.
Porsi Besar UMKM Jumlah UMKM di Indonesia 57,89 juta unit9.
Sebanyak 14.250.388 account kredit UMKM dengan O/S Rp83.67 Triliun telah
memperoleh pembiayaan tercover oleh penjaminan pembiayaan syariah sebesar
65ribu 75% pelaku UMKM masih belum tercover oleh perbankan10
Penyebab kecilnya pembiayaan yang diberikan oleh lembaga perbankan adalah
karena umumnya UMKM bersifat home industry yang pengelolaannya masih bersifat
tradisional misalnya tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi
sehingga hal itu tidak bisa terdaftar ke dalam list perbankan yang aturannya
sangat rigid sedangkan pengelolaan UMKM sangat sederhana dan tidak bankable.
Hal serupa disampaikan oleh Kementrian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah baha
UMKM sulit mengakses keuangan mikro dari perbankan karena highly regulated
(banyak syarat yang harus dipenuhi) sedangkan sampai saat ini pembiayaan
KJKS/KBMT masih dianggap mahal.
Hal inipun disampaikan oleh Kementrian Perdagangan
bahwa salah satu kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan
peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu sulitnya menilai UMKM yang feasible
dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian kredit11
(kemendag, 2013). Sehingga, bukan berarti bank tidak mau memberikan pembiayaan
terhadap UMKM. Di satu sisi bank adalah lembaga yang
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image012.png)
7 Sudaryanto
2012
8
Asbisindo 2016
Bussines Gathering Literasi Penjaminan Bank dan lembaga penjaminan
9
BPS 2014
10 Data
Asbisindo atas Pembiayaan Umkm
11 Kementrian
Perdagangan RI 2013,Diakses Website 20 November 2016
berperan
memberikan pembiayaan namun di sisi lain dana yang ada di bank merupakan dana
titipan nasabah yang harus dijaga dan dikelola dengan baik. Selain itu, bank
merupakan lembaga bisnis sehingga segala bentuk risiko tinggi akan dihindari.
Maka dari itu, Bank masih berupaya untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM.
Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah strategis dan realistis untuk
memudahkan akses pembiayaan yang bisa dijangkau pelaku UMKM dan tidak merugikan
Lembaga Pembiayaan. Pertama, upaya yang dilakukan adalah membuat UMKM menjadi
bankable yakni dengan membentuk kelompok UMKM. Berdasarkan penelitian Zakir
(2013) bahwa PNPM Mandiri Pedesaan Kecamatan Bangkinang Seberang memberikan
peranan langsung terhadap peningkatan UMKM.
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image016.jpg)
Track Record
Pembiayaan Umkm Dari SPSS diolah Penulis
Kedua, Inovasi akad yang diberikan supaya dapat
dijangkau oleh pihak UMKM. Akad yang ada saat ini masih didominasi oleh
murabahah karena itulah yang dianggamudah yakni sebesar 117.777 atau 57,48 %
dari seluruh jenis pembiayaan. Sedangkan pembiayaan bagi hasil yang merupakan
karakteristik bank syariah hanya 14.906 atau 7,31% (mudharabah) dan 54.033 atau
26,01% (musyarakah) sedangkan sisanya yakni 9,20% untuk pembiayaan salam,
istishna, ijarah dan qard12.
Berdasarkan uraian diatas, Penulis melakukan
penelitian terhadap inovasi akad yang sangat mungkin diterapkan pada lembaga
pembiayaan untuk memudahkan UMKM dalam mengakses pembiayaannya sehingga
meningkatkan peran lembaga Pembiayaan sekaligus meningkatkan perekonomian di
Indonesia.
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image012.png)
12 Data OJK Diolah
Berdasarkan uraian diatas, Penulis melakukan
penelitian terhadap inovasi akad yang sangat mungkin diterapkan pada lembaga
pembiayaan untuk memudahkan UMKM dalam mengakses pembiayaannya sehingga
meningkatkan peran lembaga Pembiayaan sekaligus meningkatkan perekonomian di
Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
·
Belum selarasnya
visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan
perbankan syariah untuk Pengembngan Umkm
·
Produk yang tidak
variatif dan pelayanan yang belum sesuai ekspektasi masyarakat(umkm)
·
Masih minimnya
pembiayaan dan product yng langsung dapat menyentuh Umkm
1.3
Tujuan
Penelitian
·
Membuka akses permodalan bagi
pelaku UMKM
·
Memperluas sumber-sumber
pembiayaan UMKM
·
Terciptanya
Inovasi Akad yang dapat memberikan Manfaat untuk perbankan dalam melaksanakan
pembiayaan atau penyaluran atau kegiatan Financingnya ke sector UMKM
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
2.1.1
Definisi Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM) memiliki definisi yang berbeda pada setiap literatur menurut
beberapa instansi atau lembaga bahkan undang-undang. Sesuai dengan
Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,
UMKM didefinisikan sebagai berikut:
1.
Usaha mikro
adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan
yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2.
Usaha Kecil
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3.
Usaha Menengah
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini13.
2.1.2 Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM)
Menurut Undang-Undang
Nomor 20 tahun
2008 pasal 6,
kriteria usaha mikro
berdasarkan
kekayaan dan hasil penjualan yaitu:
1.
Memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2.
Memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
Selanjutnya,
kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png)
13 Undang-Undang nomor 20 tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM
- Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah).
Sedangkan
kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
- Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh
milyar rupiah)14.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan batasan
definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk industri rumah
tangga memiliki jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang, usaha kecil memiliki
jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah memiliki
tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang15.
2.1.3
Karakteristik
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro
and
Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social
Studies (CESS) dalam (Polnaya, 2015), Karakteristik UMKM di Indonesia
diantaranya mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh
fleksibilitas UMKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu
berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga
tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi16.
Sedangkan menurut Sulistyastuti (2004) menyebutkan
ada empat alasan yang menjelaskan posisi strategis UMKM di Indonesia. Pertama,
UMKM tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana perusahaan besar sehingga
pembentukan usaha ini tidak sesulit usaha besar. Kedua, tenaga kerja
yang diperlukan tidak menuntut pendidikan formal
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png)
14Undang-Undang No 20
2008 Pasal 6
15 Batasan
Kuantitas Pekerja
16AKATIGA, the Center
for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic
and Social Studies (CESS) dalam (Polnaya, 2015)
tertentu.
Ketiga, sebagian besar berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan
infrastruktur sebagaimana perusahaan besar. Keempat, UMKM terbukti
memiliki ketahanan yang kuat ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi17.
2.1.4
Klasifikasi
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Dalam perspektif
perkembangannya, UMKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image018.jpg)
Clasifikasi
Usaha Mikro Kementrian Koper asi dan Umkm (Diolah Penulis)
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image020.jpg)
1.
Livelihood
Activities, merupakan UMKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk
mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya
adalah pedagang kaki lima
2.
Micro
Enterprise, merupakan UMKM yang memiliki
sifat pengrajin
tetapi belum
memiliki sifat kewirausahaan
3. Small
Dynamic Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan
mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast
Moving Enterprise, merupakam UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan
akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).
Selain Itu Dalam Undang-ndang disebutkan
peranan pemerintah untuk UMKM Sebagai berikut :
Pemerintah dan
Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi antara lain aspek pendanaan,
yang meliputi :
memperluas sumber pendanaan dan
memfasilitasi UMKM untuk dapat mengakses kredit perbankan & lembaga
keuangan selain bank;
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image012.png)
17 Sulistyastuti (2004)
memperbanyak lembaga pembiayaan dan
memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah;
memberikan kemudahan dalam memperoleh
pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
membantu para pelaku Usaha Mikro dan
Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang
disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang
menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang
disediakan oleh Pemerintah.18
2.2
Akad
Pembiayaan UMKM
2.2.1
Syirkah
a. Definisi
Dalam bahasa Arab, syirkah berarti mencampur dua
bagian saham untuk membuatnya menjadi indistinguishable. Saham yang
dimaksud bisa dalam bentuk uang, tenaga kerja atau yang lain (Rivai, Veithzal,
& Fawzi, 2011).
Menurut bahasa, syirkah adalah bercampurnya suatu
harta dnegan harta yang lain sehingga keduanya tidak bisa dibedakan lagi.
Adapun menurut istilah paa ulama berbeda pendapat dalam mengartikan istilah
syirkah.
Imam Hanafi menggambarkan persekutuan sebagai suatu
kontrak antarmitra pada modal dan profit. Imam Syafi‟i menggambarkan
persekutuan sebagai suatu kontrak yang memberinya secara umum. Sedangkan Ibnu
Hambali mengemukakan syirkah sebagai orang yang bersama-sama dalam penjualan19.
Ulama Malikiyah mendefinisikan Syirkah
sebagai pemberian izin kepada kedua mitra kerja untuk mengatur harta (modal)
bersama. Maksudnya setiap mitra memberikan izin kepada mitranya yang lain untuk
mengatur harta keduanya tanpa kehilangan hak untuk melakukan hal itu. Menurut
Ulama Hanbaliyah Syirkah adalah persekutuan hak atau pengaturan harta.
Menurut ulama Syafi‟iyah, Syirkah adalah tetapnya hak kepemilikan bagi
dua orang atau lebih sehingga tidak terbedakan antara hak pihak yang satu
dengan hak yang
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image012.png)
18pasal 7 ayat (1)
dan Pasal 8 UU No. 20/2008
19 Fiqh Islam
Wa Adilatul Ada Prof Wahbah Zuhaili Jilid 5
lain.
Menurut ulama Hanafiyah Syirkah adalah transaksi antara dua orang yang
bersekutu dalam modal dan keuntungan (Zuhaili, 2007)20.
Wahbah Zuhaili dalam bukunya, Fiqh Islam wa
Adillatuhu mengklasifikasikan syirkah menjadi syirkah amlak
(kongsi harta) dan syirkah „uqud (kongsi transaksi). Syirkah amlak
terdiri dari syirkah ikhtiyar (sukarela),dan syirkah jabar (paksa).
Sedangkan syirkah „uqud
(kongsi
transaksi) terbagi menjadi syirkah inan, syirkah mufawadhah, syirkah
wujuh, dan syirkah „abdan.
Namun yang akan dibahas
lebih jauh dalam tulisan ini adalah syirkah „inan karena syirkah jenis
inilah yang paling populer di kalangan masyarakat. Karena dalam syirkah ini
tidak disyaratkan persamaan, baik dalam modal maupun dalam kerja. Dengan begitu
bisa saja modal salah satunya lebih besar dari yang lain atau salah satunya menjadi
penanggung jawab penuh atas pengelolaan modal sementara yang lain tidak
(Zuhaili, 2007, hal. 444).
Syirkah „inan merupakan
syirkah yang berkaitan dengan kerjasama berdasarkan kontribusi modal dan
keahlian antara dua pihak atau lebih (Alwi, 2013, hal. 88). Sedangkan
pengertian lain menyebutkan bahwa syirkah „inan adalah persekutuan dua
orang untuk memanfaatkan harta bersama sebagai modal untuk berdagang dan
keuntungannya dibagi dua (Zuhaili, 2007, hal. 444). Dalam syirkah inan,
tidak disyaratkan sama dalam jumlah modal, begitu juga wewenang dan keuntungan.
b. Landasan Hukum
Landasan hukum syirkah
menurut Al-Qur‟an yaitu :
“Maka mereka bersama-sama (bersekutu)
dalam bagian yang sepertiga itu.” (An-Nisa :12)
Sabda Rasulullah
SAW: Allah SAW berfirman:
Artinya: “Aku adalah pihak ketiga
dari orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak
mengkhianati yang lain. Jika salah seorang di antara keduanya mengkhianati yang
lain, maka aku keluar dari persekutuan tersebut”. (HR. Abu Daud&
Hakim)
Maksud hadist tersebut
adalah Allah akan menjaga dan melindungi kedua orang yang melakukan
persekutuan. Allah akan menjaga harta keduanya dan memberkati perdagangan
keduanya. Jika salah satu diantaranya berkhianat maka Allah akan menghilangkan
berkah dan tidak akan memberikan pertolongan kepada keduanya.
c. Ketentuan
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png)
20 Fiqh Islam Wa Adilatul Ada Prof Wahbah Zuhaili Jilid 6
Fatwa Dewan
Syari‟ah Nasional NO:08
/ DSN-MUI /
VI / 2000
tentang pembiayaan
musyarakah :
Beberapa
Ketentuan :
1)
Pernyataan ijab
dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjuka kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara
eksplisit menunjukan tujuan kontrak
(akad).
b.
Penerimaan dari penawaran
dilakukan pada saat kontrak.
c.
Akad dituangkan
secara tertulis, melalui korespodensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
2)
Pihak-pihak yang berkontrak harus
cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Kompeten dalam memberikan atau
diberikann kekuasaan perwakilan.
b.
Setiap mitra
harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja
sebagai wakil.
c.
Setiap mitra memiliki hak untuk
mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal
d.
Setiap mitra
memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing
dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan
memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang
disengaja.
e.
Seorang mitra
tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri21.
3)
Objek akad (modal, kerja,
keuntungan dan kerugian):
a.
Modal
1.
Modal yang diberikan harus uang
tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.
2.
Para pihak tidak
boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan.
3.
Pada prinsipnya,
dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan namun untuk menghindarkan
terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.
Kerja
1.
Partisipasi para
mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi
kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png)
21 Fatwa DSN MUI NO/08/DSN-MUI/IV/2000
melaksanakan kerja bukanlah merupakan
suatu syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang
lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan
dirinya.
2.
Setiap mitra
melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya.
Kedudukan dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c.
Keuntungan
1.
Keuntungan harus
dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada
waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
2.
Setiap
keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar keseluruhan
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
3.
Seorang mitra
boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan
atau presentase itu diberikan kepadanya.
4.
Sistem pembagian keuntungan harus
tertuang dengan jelas dalam akad.
d.
Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para
mitra secara pro-porsional menurut saham masing masing modal.
4)
Biaya Operasional dan
Persengkataan.
a.
Biaya operasional dibebankan pada model bersama.
b. Jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara
para pihak, maka penyelesaianya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah
2.2.2
Mudharabah
a. Definisi
Mudharabah adalah
akad yang dimana pemilik modal meberikan modal pada pengelola untuk
mengelolanya, dan keuntungannya menjadi milik bersama sesuai dengan apa yang
mereka sepakati, sedangkan kerugiannya hanya menjadi tanggungan pemilik modal
saja. Amil tidak menanggung kerugian apapun kecuali pada usaha dan kerjanya
saja (Zuhaili, 2007, hal. 476)
Pengertian lain menyebutkan bahwa syirkah
mudharabah merupakan persekutuan jika salah satu pihak punya dana tetapi
tidak memiliki keahlian dan menyerahkan sepenuhnya pengelolaan pada pengelola.
(Alwi, 2013, hal. 89).
Sedangkan pengertian secara teknis menyebutkan bahwa
mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul
maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan
karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung
jawab atas kerugian tersebut. (Antonio M. S., 2001, hal. 95)
b. Landasan
Hukum
Dasar yang dijadikan landasan hukumnya adalah firman
Allah dalam Surat Al-Muzammil: 20.
Dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.
(QS. Al-Muzammil: 20)
Mudharib (pengelola)
adalah orang yang bepergian di bumi untuk mencari karunia Allah.
Sedangkan landasan dalil sunnah adalah sebagai berikut :
Diriwayatkan dari Shalih bin Syu‟aib r.a bahwa
Rasulullah bersabda, “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli
secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu
Majah No. 2280,
kitab at-Tijarah).
c.
Ketentuan
Fatwa
tentang pembiayaan mudharabah menurut fatwa Dewan Syariah Nasional NO:
07 / DSN-MUI / IV / 2000:
Pertama : Kentuan Pembiayaan:
1)
Pembiayaan mudharabah
adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha
produktif.
2)
Dalam pembiayaan
ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan
suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib
atau pengelola usaha.
3)
Jangka waktu
usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (mudharib dan pengusaha).
4)
Mudharib boleh
melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama sesuai
dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek
tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5)
Jumlah dana
pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6)
LKS sebagai
penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, kecuali
jika mudharib atau pengusaha melakukan kesalahan yang disengaja,
lalai, atau menyalahi perjanjian.
7)
Pada prinsipnya,
dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak
melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib. Jaminan
ini hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran
terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8)
Kriteria
pengusaha, prosedur pembiayaan dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh
LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9)
Biaya operasional dibebankan
kepada mudharib.
10)
Dalam hal
penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya
yang telah dikeluarkan.
Kedua : Rukun
dan syarat pembiayaan:
1)
Penyedia dana (shahibul
mal) dan pengelola dana (mudharib) harus cakap hukum.
2)
Pernyataan ijab
qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak
merekadalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Penawaran dan
penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad).
b.
Penerimaan dari penawaran
dilakukan pada saat kontrak.
c.
Akad dituangkan
secara tertulis, melalui korespodensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
3)
Modal ialah
sejumlah uang dan atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib
untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a.
Modal harus diketaui jumlah dan
jenisnya.
b.
Modal dapat
berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk
aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c.
Modal tidak
dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik
secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4)
Keuntungan mudharabah
adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan
berikut ini harus dipenuhi:
e.
Harus
diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu
pihak.
f.
Bagian
keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk presentasi (nisbah) dari keuntungan
sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
g.
Penyedia dana
menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak
boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5)
Kegiatan usaha
oleh pengelola (mudharib) sebagai perimbangan (muqabil) modal
yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Kegiatan usaha
adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi
ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b.
Penyedia dana
tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikikan rupa yang dapat
menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.
Pengelola tidak
boleh menyalahi hukum syari‟ah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah,
dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.22
Ketiga :
Beberapa ketentuan hukum pembiayaan mudharabah :
1) Mudharabah boleh dibatasi pada periode
tertentu.
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image012.png)
22 DSN MUI NO/07/DSN-MUI/IV/2000
2)
Kontrak tidak
boleh dikaitkan (mu‟allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang
belum tentu terjadi.
3)
Pada dasarnya,
dalam mudharabah tidak ada ganti rudi, karena pada dasarnya akad ini
bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan
disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4)
Jika salah satu
pihak tidak menunjukan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara
kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan
Arbitasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.2.3
Mudharabah
Musytarakah a. Definisi
Mudharabah
Musytarakah Merupakan gabungan akad dari Mudharabah
dan Musyarakah dimana pengelola(Mudharib) Turut menyertakan modalnya
dalam kerjasama Investasi,yang diperlukan karena mengandung unsur kemudahan
dalam pengelolaanya serta dapat memberikan manfaat yang lebih baik bagi para
pihak23
b.
Ketentuan Dalil
·
"Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang
demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan
haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya."
QS. al-Maidah [5]:1:
·
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamiu menetapkan hukum di
antara manusia, hendaklah dengan adil Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat." QS. an-Nisa [4]: 58:
·
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." QS. al-Ma'idah
[5]: 90:
·
"… Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
..." QS. Al-Baqarah [2]: 275:
·
"Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman." QS. al-Baqarah [2]:
278:
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png)
23 DSN MUI NO/No 50/DSN-MUI/III/2006
·
"Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka
buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram."
Hadis Nabi SAW riwayat
at-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:
c.
Ketentuan Umum
Mudharabah Musytarakah
adalah bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib) menyertakan modalnya
dalam kerjasama investasi tersebut24.
d. Ketentuan
Hukum,Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh LKS, karena merupakan bagian
dari hukum Mudharabah.
e.
Ketentuan Akad
·
Akad yang
digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad
Mudharabah dan akad Musyarakah.
·
LKS sebagai
mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama nasabah.
·
LKS sebagai pihak
yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan
porsi modal yang disertakan.
·
Bagian
keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai musytarik dibagi antara LKS sebagai
mudharib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
·
Apabila terjadi
kerugian maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi
modal yang disertakan.
f.
Ketentuan Penutup
·
Jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari'ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
·
Fatwa ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana
mestinya.
2.3 Akad Penjaminan (Kafalah) a.
Definisi
Secara bahasa, kafalah berarti menggabungkan. Secara
istilah, pengertian kafalah menrut hanfiyah adalah menggabungkan sebuah
tanggungan kepada dzimmah yang lain di dalam penagihan atau penuntutan secara
mutlak. Maksudnya adalah menggabungkan penggabungan tanggungan pihak penjamin
kepada pihak yang dijamin (Zuhaili, 2007, hal. 32).
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png)
24 DSN MUI NO/No 50/DSN-MUI/III/2006
Sedangkan menurut ulama malikiyyah, ulama syafi‟iyyah
dan ulama Hanabilah, kafalah adalah menggabungkan tanggungan pihak yang
menjamin kepada pihak yang dijamin di dalam kewajiban menunaikan utang
(Zuhaili, 2007, hal. 36).
b. Landasan
Hukum
Secara garis besar, kafaalah disyariatkan
berdasarkan Al-Qur‟an pada surat Yusuf : 72, yaitu :
“Penyeru-penyeru itu berseru: „Kami
kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan
memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”
Menurut Ibnu Abbas r.a
“kata az-za‟iim di dalam ayat tersebut maksudnya adalah al-
Kafiil
(yang menjamin).
Selain itu,
hadist yang menerangkan kebolehan kafaalah adalah :
“Telah
dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan.
Rasulullah saw bertanya, „Apakah ia mempunyai utang?‟ Sahabat menjawab, „Tidak‟.
Maka, beliau mensalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah
pun bertanya,
„Apakah ia mempunyai utang?‟
Sahabat menjawab, „Ya‟. Rasulullah berkata, „Salatkanlah temanmu itu‟ (beliau
sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, „Saya menjamin
utangnya, ya Rasulullah‟. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.”
(HR. Bukhari dari
Salamah bin Akwa‟).
c. Ketentuan
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No
11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah bahwa ketentuan
akad kafalah
adalah sebagai berikut :
·
Pernyataan ijab
dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka
dalam mengadakan kontrak (akad).
·
Dalam akad
kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
·
Rukun dan Syarat meliputi :
·
Pihak Penjamin (Kafiil)
harus baligh (dewasa) dan berakal sehat dan memiliki hak penuh untuk melakukan
tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah
tersebut.
·
Pihak Orang yang
berutang (Ashiil, Makfuul „anhu) harus sanggup menyerahkan tanggungannya
(piutang) kepada penjamin, dikenal oleh penjamin.
·
Pihak Orang yang
Berpiutang (Makfuul Lahu) harus diketahui identitasnya, dapat hadir pada
waktu akad atau memberikan kuasa dan berakal sehat.
·
Obyek Penjaminan
(Makful Bihi), harus memenuhi : harus merupakan tanggungan pihak/orang
yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan. Selain itu
bisa dilaksanakan oleh penjamin.Harus
merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali
setelah dibayar atau dibebaskan, harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya,
tidak bertentangan dengan syari‟ah (diharamkan).
·
Kafalah dengan imbalan bersifat
mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
·
Jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah
2.4 Inovasi
Akad
Dalam bahasa Arab istilah akad memiliki beberapa
pengertian namun semuanya memiliki kesamaan makna yaitu mengikat dua hal. Dua
hal tersebut bisa konkret, bisa pula abstrak semisal akad jual beli25.Sedangkan
secara istilah akad adalah menghubungkan suatu kehendak suatu pihak dengan
pihak lain dalam suatu bentuk yang menyebabkan adanya kewajiban untuk melakukan
suatu hal. Contohnya adalah akad jual beli.Di samping itu, akad juga memiliki
makna luas yaitu kemantapan hati seseorang untuk harus melakukan sesuatu baik
untuk dirinya sendiri ataupun orang lain. Berdasarkan makna luas ini maka
nadzar dan sumpah termasuk akad.Akad dengan makna luas inilah yang Allah
inginkan dalam firman-Nya,
“Hai orang-orang
yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (Qs. al Maidah: 1)26
Sedangkan Inovasi Menurut Everett M. Rogers (1983),
Mendefinisikan bahwa inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktek atau
objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh
seseorang atau kelompok untuk diadopsi.pendapat lainya dari Stephen Robbins
(1994), Mendefinisikan, inovasi sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan
untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.
Sementara
Menurut Ciri ada enam hal yang ada pada Inovasi yakni Penggantian
(substitution), Perubahan (alternation), Penambahan (addition), Penyusunan
kembali (restructturing), Penghapusan (elimination) dan Penguatan
(reinforcement)27.
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.png)
26 Almaidah
ayat 1
27Shaping Australia’s
Future: Innovation - Framework Paper. Department of Industry, Science and
Resources. Australia. October 1, 1999
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode
Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara atau teknik
yang dapat membantu peneliti untuk mengetahui tentang urutan bagaimana
penelitian dilakukan. Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah
untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan,
dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat
digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. (Sugiyono,
2012).
3.2 Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian
deskriptif, yakni suatu penelitian yang tujuannya untuk mengembangkan
fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang
lampau (Asep Saepul Hamidi, 2014). Penelitian ini mencoba memaparkan objek
penelitian yang memiliki potensi sesuai dengan fakta.
3.3 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. sumber data primer pada penelitian ini
diperoleh berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Sedangkan data sekunder
merupakan sumber yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber yang
telah ada (Sekaran, 2006, hal. 60). Sumber data sekunder pada penelitian ini
diperoleh berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS), buku, arsip, catatan, dokumen dan informasi lain yang berhubungan.
3.4 Teknik
Pengumpulan Data
Pada
penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan
studi
pustaka.
3.4.1 Wawancara
Teknik wawancara dilakukan untuk mengetahui
implementasi proses batik dan mencari tahu faktor – faktor internal dan
eksternal yang ada. Teknik wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan ingin mengetahui hal-hal
dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil.
3.4.2 Studi
Pustaka
Selain
itu peneliti juga akan menggunakan teknik studi kepustakaan (library
research)
yakni dengan
cara mengumpulkan literatur-literatur yang terkait seperti media online Badan
Pusat Statistik
(BPS), buku, arsip, catatan, dokumen dan informasi yang berhubungan.
akad
Kerjasama antara pemilik modal(Shohibul Maal) dan juga orang yang berkompeten
menjalankan bisnis atau dikenal dengan Mudharib yang memungkinkan
adanya perpindahan kepemilikan selanjutnya yakni adanya kesempatan bagi
Mudharib untuk penyertaan dana,dalam penyertaan tersebut merupakan proses
perpindahan dan perubahan status Shohibul maal diawal dan juga
Mudharib,apabila adanya penyertaan dari Mudharib maka itu merupkan akad
Musytarakah, dan adanya tranformasi antara Sohibul mal menjadi syarik satu
dan Mudharib sebagai syarik dua ,dengan adanya karakteristik tersebut
akan eudahkan Umkm dalam pembiayaan dan meudahkan perbankan dalam kegiatan Finacingnya
|
Kafalah
adalah akad penjaminan dimana salah satu menjadi
penjamin atas jaminannya, dalamhal ini yang menjadi Penjamin
adalah lembaga social yang telah memeberikan kriteria Kepada Umkm yang
tersyarat, Adanya Program pengembangan umkm dari lembaga ziswaf sangat
mmbantu dalam Pelaksanaan dan imlementasi akad yang
|
diusulkan
|
Kebutuhan Lebih Besar
|
Membutuhkan
Sumber Pendanaan
|
Baru ?
|
Berdasarkan
UU Zakat No. 38/1998, Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala
prioritas kebutuhan dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. Untuk
itu pendayagunaan Zakat dapat diperuntukan sebagai modal awal usaha masyarakat
miskin sebagai wirausaha baru. Zakat di Indonesia mencapai Rp 286 triliun
(Baznas, 2016)Wakaf mencapai nilai minimal Rp 3 triliun (BWI, 2011);
|
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Skema
Mudharabah Musytarakah Bil Kafalah Untuk UMKM
4.1.1 Skema
Umkm_Bank_Lembaga Ziswaf
Mudharabah Musytarakah adalah
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image022.jpg)
Skema Mudharabah
Musytarakah Bil Kafalah UMKM Bank Lembaga Ziswaf
Di Usulkan
Penulis
4.1.2 Skema Umkm
dengan Bank dan Kementrian Umkm
Skema Kedua adalah antara Umkm yang berposisi
sebagai Mudharib dan kemudian sebagai Syarik dua apabila melakukan penyertaan
sebelumnya,Bank sebagai Shohibul Maal yang keudian akan menjadi Syarik dua
apabila dilakukan penyertaan pembayaan dari Nasabahnya, dan Kementrian Umkm Dan
Koperasi Sebagai penjamin atas kegiatan Umkm.
Umkm
yang dimaksud adalah umkm yang terdaftar dan masuk dalam lingkungan pembinaan
Kementrian dimana agar memiliki bankablitas yng baik dan memiliki tingkat
resiko yang lebih rendah dari pada umkm yang lainya, semakin mudah
dalamemitigasi resiko maka akan semakin mudah dalam pelaksanaan pembiayaan.
4.1.3 Skema Umkm_Bank_ Penjaminan
Skema Kedua adalah antara Umkm yang berposisi
sebagai Mudharib dan kemudian sebagai Syarik dua apabila melakukan penyertaan
sebelumnya,Bank sebagai Shohibul Maal yang keudian akan menjadi Syarik dua
apabila dilakukan penyertaan pembayaan dari Nasabahnya, dan Perusahaan
Penjaminan Sebagai penjamin atas kegiatan Umkm.
Umkm yang dimaksud adalah umkm yang terdaftar dan
masuk dalam lingkungan pembinaan Kementrian dimana agar memiliki bankablitas
yng baik dan memiliki tingkat resiko yang lebih rendah dari pada umkm yang
lainya, semakin mudah dalamemitigasi resiko maka akan semakin mudah dalam
pelaksanaan pembiayaan.
4.2 Tinjauan Fiqih dan Potensi
Pengembangan
Dalam Standarisasi akad Mudharabah Musytarakah yang
ditulis dalam buku akad dan Produk Bank Syariah oleh Dr Oni Sahroni Selaku
Badan pengurus Harian di jelaskan bahwa legalitas Mudharabah Musytarakah ada di
Riwayat hadist yang Marfu‟ yang di riwayatkan Shuhaib yang artinya „‟ada tiga
hal yang mendapatkan keberkahan yaitu: Jual beli dengan pembayaran
tempo,qiradh(Mudharabah) dan mencampurkan gandum dengan syair untuk keperluan
rumah bukan untuk iperjualbelikan‟‟
Selain itu Hadist riwayat Tirmidzi dan Amru Bin Auf‟‟
Kaum muslimin terikat dengan syarat syarat yang erea buat kecuali yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram‟‟
Sedangkan penggabungan dengan lembaga penjaminan
atau kafalah merupakan salah satu bentuk inovasi untuk melakukan pengembangan
kepada Umkm agar lebih dimanfaatkan dan potensinya apat diberdayakan,dengan
adanya skema tambahan kafalah tidak akan menghilangan esensi Mudharabah dan
syirkahnamun justru memperkuat pada mitigasi resiko
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image030.jpg)
Data
Pembiayaan Di Kementrian Umkm
agar
bank dapat melaukan kegiatan financingnya kepada umkm dan mendapatkan jaminan
atas kegiatan pembiayaan yang dilakukanya,berikut potensi pembiayaan pada umkm
yang di
release
Kementrian Umkm selain itu skema yang dilakukan Lks juga masih belum bisa masuk
Ke Umkm karena asalah pada bankable na umkm dan tingkat resiko yang sangat
tinggi sehingga Lks hanya sedikit mengambil potensi yang dimiliki oleh umkm
ini,berikut skema ang biasa dilakukan di umkm Setiap entitas bisnis sangat
membutuhkan kepastian resiko yang dimilikinya baik yang bersangkutan atau yag
lainya.adanya undang-undang tentang Penjaminan No 1 tahun 2016 merupakan salah
satu hal yang membantu dalam perluasan pembiayaan khususnya pada umkm . Fatwa
Dewan Syariah Nasional MUI No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Ketentuan Umum
Kafalah.Peraturan Presiden Nomor: 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan
,Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 74/DSN-MUI/I/2009 tentang Penjaminan
Syariah,Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 222/PMK.010/2008 dan No.
99/PMK.010/2011 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan
Ulang Kredit.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK No.5/2014 tentang Perijinan
Usaha Kelembagaan POJK No 6/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Penjaminan ,POJK
No.7/ 2014 tentang Pemeriksaan Lembaga danUndang – Undang RI No.1/2016 tentang
Penjaminan sangat memeberikan peluang bagi pengembangan Umkm melalui Inovasi
akad Mudharabah Musytarakah Bil Kafalah yang merupakan bentuk sinergitas
pembiayaan kepada umkm antara perbankan sebagai intermediary dan lembaga
penjamin sebagai penjamin atas pebiayaan yang dilakukan perbankan,dalam hal ini
enulis memberikan beberapa opsi melakukan pengembangan umkm dari lembaga social
dengan potensi yang dimilikinya dan kementrian terkait serta lembaga penjamin
agar dapat meningkatkan pemberdayaan umkm dan dapat memebrikan efek yang sangat
significant dalam pengembangan ekonoi secara nasional dan dapat meningkatkan
pertumbuhan eknomi secara Global.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam
perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun
demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun
untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM
yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena
kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non
teknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan
usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola
pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga
membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai.
Maka sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Ketentuan Umum Kafalah.Peraturan Presiden Nomor:
2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan ,Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.
74/DSN-MUI/I/2009 tentang Penjaminan Syariah,Peraturan Menteri Keuangan Nomor:
222/PMK.010/2008 dan No. 99/PMK.010/2011 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit
dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK
No.5/2014 tentang Perijinan Usaha Kelembagaan POJK No 6/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Penjaminan ,POJK No.7/ 2014 tentang Pemeriksaan Lembaga
danUndang – Undang RI No.1/2016 tentang Penjaminan tentang dukungan pada umkm
sangat diperlukan bagi pengembangan ekonomi nasional maka pengembangan skema
atau inovasi akad diharapkan dapat memberikan dampak langsung bagi Umkm agar
menunjang dan memberikan keleluasaan perbankan dan umkm untuk melakukan
pembiayaan dan mengabil potensi dari umkm.
Saran
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka
menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM
serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud
mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola
pembiayaan untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan
komoditas atau lainya yang dapat diakses setiap Unit usaha kecil dan dapat
meningkatkan kinerja usaha kecil secara maksimal dan dapat menumbuhkan
perekonomian secara nasional.
Penulis menyarankan agar adanya sinergitas antar
Kementrian terkait untuk meningkatkan vitalitas pembangunan ekonomi pada umkm
selain itu untuk mewujudkan adanya Financial Inclusion yang berkeadilan dan
dapat dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat terutama usaha kecil menengah
maka sangat diperlukan peran Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dalam
menjembatani para usahawan Mikro untuk bangkit dan mengembangkan kegiatan
usahanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar