Jumat, 15 Desember 2017

“Mudharabah Musytarakah Bil Kafalah Skema Akad untuk Pengembangan Umkm di Indonesia



Mudharabah Musytarakah Bil Kafalah Skema Akad untuk

Pengembangan Umkm di Indonesia

Oleh : Tri Aji Pamungkas



Mahasiswa Sebi University College Of Islamic Economic dan University Student Scheme (USS) IAI – ICAEW

Abstract

As where Law No. 20 of 2008 on SMEs and regional governments to grow the business climate by establishing laws and policies which include among others the funding aspect, which includes some of the first point, the funding sources and facilitate SMEs to get access to credit banking and financial institutions other than banks. second, multiply financial institutions and expanded its network so it can be accessed by Micro, Small and Medium Enterprises. Third, provide ease in obtaining financing fast, accurate, inexpensive, and non-discriminatory in service in accordance with the provisions of the legislation. Fourth, helping the perpetrators of Micro and Small Enterprises to obtain financing and services / other financial products provided by banks and non-bank financial institutions, both of which use the conventional system and sharia system with a guarantee provided by the Government. Ministry of Commerce that one of the main obstacles for financial institutions to carry out its role in the development of SMEs, namely the difficulty of assessing SMEs are feasible and bankable who meet the requirements stipulated in the grant of credit, it can be seen on the track record of financing of MSMEs in national slightly stagnation of growth can only go up from points 740 to 765 in the last two years, more profound by the report Association of Bank Syariah Indonesia ownership in the Syariah decreased significan in financing to the sector of SMEs from 2013 to 2014, from 110 to point 60 and 2015 decreased to the point 50 as well as the stagnation in the year 2016 to the data of August this lalu.hal salahsatunya limited due to several things that facilitate micro credit for SMEs from banks, inability to provide additional guarantees and liquidation of the risk is very low for the SME sector.The author in this case provides some schemes for SMEs in innovation agreement that the merger agreement that Mudharabah Investment Guarantee Musytarakah with or Kafalah which will provide some review inter-agency cooperation schemes which would be the repertoire for the development and empowerment of Micro, Small and Medium Enterprises in Indonesia

Keywords: SMEs, Innovation Of Akad, Mudharabah Musytarakah and Kafalah






Abstrak

Sebagaimana Undang-undang No 20 tahun 2008 tentang UMKM Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi antara lain aspek pendanaan, yang meliputi beberapa poin yang pertama,memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi UMKM untuk dapat mengakses kredit perbankan & lembaga keuangan selain bank. kedua,memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Ketiga,memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keempat,membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan Jaminan yang disediakan oleh Pemerintah. Kementrian Perdagangan bahwa salah satu kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu sulitnya menilai UMKM yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian kredit,hal ini dapat kita lihat dari track record pembiayaan Terhadap umkm secara Nasional yang sedikit mengalami stagnansi pertumbuhan yang hanya dapat naik dari poin 740 ke 765 dalam dua tahun terakhir,lebih mendalam lagi berdasarkan laporan Asosiasi Bank Syariah Indonesia diperbankan Syariah mengalami penurunan yang significan dalam pembiayaan ke sector umkm dari tahun 2013 ke 2014 dari 110 ke titik 60 dan ditahun 2015 menurun ke titik 50 serta adanya stagnansi ditahun 2016 sampai data agustus lalu.hal ini salahsatunya disebabkan beberapa hal yakni Terbatasnya fasilitasi kredit mikro bagi UMKM dari perbankan, Ketidakmampuan dalam menyediakan jaminan tambahan dan adanya resiko likuidasi yang sangat rendah bagi sector UMKM.

Penulis dalam hal ini memberikan beberapa skema dalam inovasi akad bagi Umkm yakni adanya penggabungan akad Investasi yakni Mudharabah Musytarakah dengan Penjaminan atau Kafalah yang mana akan memberikan beberapa tinjauan skema kerjasama antar lembaga yang akan menjadi khasanah bagi pengembangan dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia

Kata Kunci : UMKM,Inovasi Akad,Mudharabah Musytarakah dan Kafalah






BAB II

PENDAHULUAN

1.1                         Latar Belakang

Struktur ekonomi di Indonesia terdiri dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan usaha besar yang masing-masing memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun demikian, UMKM memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan usaha besar. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.1 Jumlah unit usaha, tenaga kerja dan nilai PDB atas harga berlaku UMKM dan Usaha Besar di Indonesia Tahun 2013


Kelompok




PDB atas harga

No
Jumlah Usaha
Jumlah TK
berlaku


Usaha



Unit
%
Orang
%
(Milyar)
%




1
Usaha Besar
5.066
0,01
3.537.162
3,01
1.133.396,05
42,44


Usaha Mikro








Kecil dan







2
Menengah
57.895.721
99,99
114.144.082
96,99
1.536.918,80
57,56

Sumber : BPS,2013

Berdasarkan tabel 1.1 mengenai jumlah usaha, tenaga kerja dan kontribusi terhadap PDB, bahwa pada tahun 2013 jumlah industri UMKM sebesar 99,99 persen, total penyerapan tenaga kerja sebesar 96,99 persen sedangkan jumlah usaha besar hanya 0,01 persen dan penyerapan tenaga kerjanya hanya 3,01 persen. Demikian dengan kontribusi yang diberikan terhadap PDB yakni, 42,44 persen dari usaha besar dan lebih dari setengahnya atau 57,56 persen dari UMKM1.

Peran UMKM tak bisa diepaskan dari krisis ekonomi tahun 1988 dan tahun 2008. Industri kecil terbukti mampu bertahan di tengah krisis sementara industri besar tidak mampu menahan guncangan, mengalami stagnasi dan akhirnya collapse. Hal ini dikarenakan produksi usaha kecil tidak dipengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah dan membuatnya menjadi tahan terhadap guncngan perekonomian global sehingga berhasil menjadi pondasi kokoh bagi pembangunan ekonomi nasional.

Oleh karena itu pengembangan sektor UMKM merupakan dasar dalam upaya perbaikan ekonomi nasional karena sebagian besar usaha yang ada di Indonesia merupakan




1 Data BPS 2013






sektor  UMKM  yang  banyak  menyerap  tenaga  kerja  dan  memanfaatkan  sumber  daya domestik.Walaupun  demikian,  pada  kenyataannya  UMKM  masih  menghadapi  berbagai permasalahan. Disisi lain

intensitas
pembiayaan

perbankan

secara

Nasional
masih
belum

bisa
berbuat    banyak

dalam

mengatasi



permasalahan



permodalan

umkm,berdasarkan
Data

dari
otoritas
Jasa

Keuangan

yang
Data OJK 2016 diolah Penulis
disampaikan  pada
acara

literasi

Penjaminan
Perbankan Syariah dengan lembaga penjaminan bersama Masyarakat Ekonomi Syariah sebagaimana yang disajikan dalam grafik diatas menunjukan pertumbuhan secara Nasional namun masih belum significant2,dilain sisi data pembiayaan perbankan syariah mengalami penurunan yang significant sebagaimana yang disajikan dalam grafik pembiayaan perbankan syariah pada umkm.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deputi Bidang pengkajian Sumberdaya Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa 87,34 % atau 42,796 juta3 UMKM membutuhkan pinjaman dana untuk memperkuat permodalan dalam rangka mengembangkan usahanya. Namun, sampai Desember 2010 baru

2 Data OJK diolah Penulis


Data Pembiayaan Bank Syariah Pada UMKM (Diolah)



Struktur Modal UMKM Dari Kemenkop& UMKM (Diolah )




sekitar 9,17 persen umkm yang telah terlayani dari kebutuhan kreditnya.4 bagi umkm Bahkan Perbankan Syariah masih belum bisa berbicara banyak dalam melakukan Pembiayaanya di sector umkm,hal ini dapat dilihat dari data Pembiayaan Perbankan Syariah di sektor Umkm

dari  tahun  2011  hingga
Agustus 2016 ada penurunan secara significant dalam permodalan atau pembiayaan untuk sektor Umkm di Indonesia5.Apabila kita melihat grafik struktur Modal umkm Berdasarkan data yang diperoleh dari

kementrian Koperasi mengenai Presentase sumber permodalan umkm

di Indonesia Grafik di atas menunjukan bahwa tingkat persentase sumber permodalan UMKM didominasi oleh modal sendiri (71 persen). Hal ini menunjukan masih

rendahnya dukungan lembaga formal seperti perbankan (16 persen) dan lembaga keuangan non-bank (3 persen) terhadap UMKM. Sumber dari lembaga keuangan non-bank bahkan lebih rendah dari pinjaman yang diberikan perorangan (rentenir) yang mencapai 5% dimana bunganya lebih besar dari lembaga formal lainnya, sedangkan koperasi hanya 1% sebagai salah satu sumber permodalan UMKM.6

Di lain sesi Perbankan pula harus melihat bagaimana peluang dan tantangan yang dimilikinya dalam pembiayaan atau penyaluran (Financing) terhadap umkm yang memiliki tekstur yang sangat unik,hal ini akan berdampak pada tingginya Overhead Cost yang akan berimbas pada presepsi pembiayaan bermasalah tidak dieksekusi dan pada akurasi validasi bisnis yangakan meningkatkan NPF relatif cukup tinggi.



4  Syarif 2011

5   SPPS Agustus 2016 OJK

6   Kementrian Koperasi dan UMKM 2014


Tantangan Perbankan Syariah untuk UMKM




UMKM serta tingkat resiko yang dimiliki umkm sehingga bang sangat sulit untuk masuk ke umkm.Padahal, permodalan merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan daya saing UMKM7. Sudaryanto (2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa strategi untuk mengembangkan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan penyaluran kredit. disisi lain bank memiliki peluang yang sangat luar biasa yang bisa dimanfaatkan dari pembiayaan umkm

ini Sektor Unggulan Bank Syariah Bank syariah fokus

pada sektor ritel dimana bisnisnya tumbuh pada sektor ritel8. Porsi Besar UMKM Jumlah UMKM di Indonesia 57,89 juta unit9. Sebanyak 14.250.388 account kredit UMKM dengan O/S Rp83.67 Triliun telah memperoleh pembiayaan tercover oleh penjaminan pembiayaan syariah sebesar 65ribu 75% pelaku UMKM masih belum tercover oleh perbankan10 Penyebab kecilnya pembiayaan yang diberikan oleh lembaga perbankan adalah karena umumnya UMKM bersifat home industry yang pengelolaannya masih bersifat tradisional misalnya tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi sehingga hal itu tidak bisa terdaftar ke dalam list perbankan yang aturannya sangat rigid sedangkan pengelolaan UMKM sangat sederhana dan tidak bankable. Hal serupa disampaikan oleh Kementrian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah baha UMKM sulit mengakses keuangan mikro dari perbankan karena highly regulated (banyak syarat yang harus dipenuhi) sedangkan sampai saat ini pembiayaan KJKS/KBMT masih dianggap mahal.

Hal inipun disampaikan oleh Kementrian Perdagangan bahwa salah satu kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu sulitnya menilai UMKM yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian kredit11 (kemendag, 2013). Sehingga, bukan berarti bank tidak mau memberikan pembiayaan terhadap UMKM. Di satu sisi bank adalah lembaga yang
7  Sudaryanto 2012

8   Asbisindo 2016 Bussines Gathering Literasi Penjaminan Bank dan lembaga penjaminan

9   BPS 2014

10  Data Asbisindo atas Pembiayaan Umkm

11  Kementrian Perdagangan RI 2013,Diakses Website 20 November 2016






berperan memberikan pembiayaan namun di sisi lain dana yang ada di bank merupakan dana titipan nasabah yang harus dijaga dan dikelola dengan baik. Selain itu, bank merupakan lembaga bisnis sehingga segala bentuk risiko tinggi akan dihindari. Maka dari itu, Bank masih berupaya untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah strategis dan realistis untuk memudahkan akses pembiayaan yang bisa dijangkau pelaku UMKM dan tidak merugikan Lembaga Pembiayaan. Pertama, upaya yang dilakukan adalah membuat UMKM menjadi bankable yakni dengan membentuk kelompok UMKM. Berdasarkan penelitian Zakir (2013) bahwa PNPM Mandiri Pedesaan Kecamatan Bangkinang Seberang memberikan peranan langsung terhadap peningkatan UMKM.


















Track Record Pembiayaan Umkm Dari SPSS diolah Penulis

Kedua, Inovasi akad yang diberikan supaya dapat dijangkau oleh pihak UMKM. Akad yang ada saat ini masih didominasi oleh murabahah karena itulah yang dianggamudah yakni sebesar 117.777 atau 57,48 % dari seluruh jenis pembiayaan. Sedangkan pembiayaan bagi hasil yang merupakan karakteristik bank syariah hanya 14.906 atau 7,31% (mudharabah) dan 54.033 atau 26,01% (musyarakah) sedangkan sisanya yakni 9,20% untuk pembiayaan salam, istishna, ijarah dan qard12.

Berdasarkan uraian diatas, Penulis melakukan penelitian terhadap inovasi akad yang sangat mungkin diterapkan pada lembaga pembiayaan untuk memudahkan UMKM dalam mengakses pembiayaannya sehingga meningkatkan peran lembaga Pembiayaan sekaligus meningkatkan perekonomian di Indonesia.




12 Data OJK Diolah






Berdasarkan uraian diatas, Penulis melakukan penelitian terhadap inovasi akad yang sangat mungkin diterapkan pada lembaga pembiayaan untuk memudahkan UMKM dalam mengakses pembiayaannya sehingga meningkatkan peran lembaga Pembiayaan sekaligus meningkatkan perekonomian di Indonesia.

1.2              Rumusan Masalah

·         Belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan perbankan syariah untuk Pengembngan Umkm

·         Produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai ekspektasi masyarakat(umkm)

·         Masih minimnya pembiayaan dan product yng langsung dapat menyentuh Umkm

1.3              Tujuan Penelitian

·        Membuka akses permodalan bagi pelaku UMKM

·        Memperluas sumber-sumber pembiayaan UMKM

·        Terciptanya Inovasi Akad yang dapat memberikan Manfaat untuk perbankan dalam melaksanakan pembiayaan atau penyaluran atau kegiatan Financingnya ke sector UMKM






BAB II

LANDASAN TEORI

2.1  Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

2.1.1        Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki definisi yang berbeda pada setiap literatur menurut beberapa instansi atau lembaga bahkan undang-undang. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM didefinisikan sebagai berikut:

1.      Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2.      Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3.      Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini13.
2.1.2    Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Menurut  Undang-Undang  Nomor  20  tahun  2008  pasal  6,  kriteria  usaha  mikro

berdasarkan kekayaan dan hasil penjualan yaitu:

1.      Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2.      Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta

rupiah).

Selanjutnya, kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:






13 Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM






  1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

  1. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta

rupiah).

Sedangkan kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:

  1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

  1. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)14.

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan batasan definisi UMKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk industri rumah tangga memiliki jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang, usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang15.

2.1.3             Karakteristik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro

and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) dalam (Polnaya, 2015), Karakteristik UMKM di Indonesia diantaranya mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UMKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi16.

Sedangkan menurut Sulistyastuti (2004) menyebutkan ada empat alasan yang menjelaskan posisi strategis UMKM di Indonesia. Pertama, UMKM tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana perusahaan besar sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit usaha besar. Kedua, tenaga kerja yang diperlukan tidak menuntut pendidikan formal
14Undang-Undang No 20 2008 Pasal 6

15  Batasan Kuantitas Pekerja

16AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) dalam (Polnaya, 2015)






tertentu. Ketiga, sebagian besar berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar. Keempat, UMKM terbukti memiliki ketahanan yang kuat ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi17.
2.1.4             Klasifikasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Dalam perspektif perkembangannya, UMKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :



















Clasifikasi Usaha Mikro Kementrian Koper asi dan Umkm (Diolah Penulis)

1.   Livelihood Activities, merupakan UMKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima

2.   Micro Enterprise, merupakan UMKM yang memiliki

sifat     pengrajin    tetapi    belum



memiliki sifat kewirausahaan

3.   Small Dynamic Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor

4.   Fast Moving Enterprise, merupakam UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).


Selain Itu Dalam Undang-ndang disebutkan peranan pemerintah untuk UMKM Sebagai berikut :

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi antara lain aspek pendanaan, yang meliputi :

memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi UMKM untuk dapat mengakses kredit perbankan & lembaga keuangan selain bank;






17 Sulistyastuti (2004)






memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.18
2.2        Akad Pembiayaan UMKM

2.2.1        Syirkah

a.  Definisi

Dalam bahasa Arab, syirkah berarti mencampur dua bagian saham untuk membuatnya menjadi indistinguishable. Saham yang dimaksud bisa dalam bentuk uang, tenaga kerja atau yang lain (Rivai, Veithzal, & Fawzi, 2011).

Menurut bahasa, syirkah adalah bercampurnya suatu harta dnegan harta yang lain sehingga keduanya tidak bisa dibedakan lagi. Adapun menurut istilah paa ulama berbeda pendapat dalam mengartikan istilah syirkah.

Imam Hanafi menggambarkan persekutuan sebagai suatu kontrak antarmitra pada modal dan profit. Imam Syafi‟i menggambarkan persekutuan sebagai suatu kontrak yang memberinya secara umum. Sedangkan Ibnu Hambali mengemukakan syirkah sebagai orang yang bersama-sama dalam penjualan19.

Ulama Malikiyah mendefinisikan Syirkah sebagai pemberian izin kepada kedua mitra kerja untuk mengatur harta (modal) bersama. Maksudnya setiap mitra memberikan izin kepada mitranya yang lain untuk mengatur harta keduanya tanpa kehilangan hak untuk melakukan hal itu. Menurut Ulama Hanbaliyah Syirkah adalah persekutuan hak atau pengaturan harta. Menurut ulama Syafi‟iyah, Syirkah adalah tetapnya hak kepemilikan bagi dua orang atau lebih sehingga tidak terbedakan antara hak pihak yang satu dengan hak yang







18pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 UU No. 20/2008

19  Fiqh Islam Wa Adilatul Ada Prof Wahbah Zuhaili Jilid 5






lain. Menurut ulama Hanafiyah Syirkah adalah transaksi antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan (Zuhaili, 2007)20.

Wahbah Zuhaili dalam bukunya, Fiqh Islam wa Adillatuhu mengklasifikasikan syirkah menjadi syirkah amlak (kongsi harta) dan syirkah „uqud (kongsi transaksi). Syirkah amlak terdiri dari syirkah ikhtiyar (sukarela),dan syirkah jabar (paksa). Sedangkan syirkah „uqud

(kongsi transaksi) terbagi menjadi syirkah inan, syirkah mufawadhah, syirkah wujuh, dan syirkah „abdan.

Namun yang akan dibahas lebih jauh dalam tulisan ini adalah syirkah „inan karena syirkah jenis inilah yang paling populer di kalangan masyarakat. Karena dalam syirkah ini tidak disyaratkan persamaan, baik dalam modal maupun dalam kerja. Dengan begitu bisa saja modal salah satunya lebih besar dari yang lain atau salah satunya menjadi penanggung jawab penuh atas pengelolaan modal sementara yang lain tidak (Zuhaili, 2007, hal. 444).

Syirkah „inan merupakan syirkah yang berkaitan dengan kerjasama berdasarkan kontribusi modal dan keahlian antara dua pihak atau lebih (Alwi, 2013, hal. 88). Sedangkan pengertian lain menyebutkan bahwa syirkah „inan adalah persekutuan dua orang untuk memanfaatkan harta bersama sebagai modal untuk berdagang dan keuntungannya dibagi dua (Zuhaili, 2007, hal. 444). Dalam syirkah inan, tidak disyaratkan sama dalam jumlah modal, begitu juga wewenang dan keuntungan.

b.  Landasan Hukum

Landasan hukum syirkah menurut Al-Qur‟an yaitu :

“Maka mereka bersama-sama (bersekutu) dalam bagian yang sepertiga itu.” (An-Nisa :12)

Sabda Rasulullah SAW: Allah SAW berfirman:

Artinya: “Aku adalah pihak ketiga dari orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. Jika salah seorang di antara keduanya mengkhianati yang lain, maka aku keluar dari persekutuan tersebut”. (HR. Abu Daud& Hakim)

Maksud hadist tersebut adalah Allah akan menjaga dan melindungi kedua orang yang melakukan persekutuan. Allah akan menjaga harta keduanya dan memberkati perdagangan keduanya. Jika salah satu diantaranya berkhianat maka Allah akan menghilangkan berkah dan tidak akan memberikan pertolongan kepada keduanya.

c.  Ketentuan




20 Fiqh Islam Wa Adilatul Ada Prof Wahbah Zuhaili Jilid 6






Fatwa  Dewan  Syari‟ah  Nasional  NO:08  /  DSN-MUI  /  VI  /  2000  tentang  pembiayaan

musyarakah :

Beberapa Ketentuan  :

1)        Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjuka kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal berikut:

a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan  kontrak (akad).

b.    Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

c.    Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespodensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

2)        Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:

a.    Kompeten dalam memberikan atau diberikann kekuasaan perwakilan.

b.    Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.

c.    Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal

d.   Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

e.    Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri21.

3)        Objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian):

a.    Modal

1.   Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.

2.   Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan.

3.   Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan namun untuk menghindarkan terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.

b.    Kerja

1.   Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh




21 Fatwa DSN MUI NO/08/DSN-MUI/IV/2000






melaksanakan kerja bukanlah merupakan suatu syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan dirinya.

2.   Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

c.    Keuntungan

1.   Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.

2.   Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar keseluruhan keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.

3.   Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau presentase itu diberikan kepadanya.

4.    Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.

d.   Kerugian

Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara pro-porsional menurut saham masing masing modal.

4)        Biaya Operasional dan Persengkataan.

a. Biaya operasional dibebankan pada model bersama.

b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaianya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah


2.2.2        Mudharabah

a. Definisi

Mudharabah adalah akad yang dimana pemilik modal meberikan modal pada pengelola untuk mengelolanya, dan keuntungannya menjadi milik bersama sesuai dengan apa yang mereka sepakati, sedangkan kerugiannya hanya menjadi tanggungan pemilik modal saja. Amil tidak menanggung kerugian apapun kecuali pada usaha dan kerjanya saja (Zuhaili, 2007, hal. 476)






Pengertian lain menyebutkan bahwa syirkah mudharabah merupakan persekutuan jika salah satu pihak punya dana tetapi tidak memiliki keahlian dan menyerahkan sepenuhnya pengelolaan pada pengelola. (Alwi, 2013, hal. 89).

Sedangkan pengertian secara teknis menyebutkan bahwa mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (Antonio M. S., 2001, hal. 95)

b. Landasan Hukum

Dasar yang dijadikan landasan hukumnya adalah firman Allah dalam Surat Al-Muzammil: 20.

Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah. (QS. Al-Muzammil: 20)

Mudharib (pengelola) adalah orang yang bepergian di bumi untuk mencari karunia Allah. Sedangkan landasan dalil sunnah adalah sebagai berikut :

Diriwayatkan dari Shalih bin Syu‟aib r.a bahwa Rasulullah bersabda, “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu

Majah No. 2280, kitab at-Tijarah).

c.         Ketentuan

Fatwa tentang pembiayaan mudharabah menurut fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 07 / DSN-MUI / IV / 2000:

Pertama : Kentuan Pembiayaan:

1)      Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha produktif.

2)      Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.






3)      Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (mudharib dan pengusaha).

4)      Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

5)      Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

6)      LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, kecuali jika mudharib atau pengusaha melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.

7)      Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib. Jaminan ini hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

8)      Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.

9)      Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

10)  Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

Kedua : Rukun dan syarat pembiayaan:

1)      Penyedia dana (shahibul mal) dan pengelola dana (mudharib) harus cakap hukum.

2)      Pernyataan ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak merekadalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a.    Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad).

b.    Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

c.    Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespodensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.






3)      Modal ialah sejumlah uang dan atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:

a.    Modal harus diketaui jumlah dan jenisnya.

b.    Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

c.    Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

4)      Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

e.    Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.

f.     Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk presentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.

g.    Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

5)      Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

a.    Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b.    Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikikan rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.

c.    Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syari‟ah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.22

Ketiga : Beberapa ketentuan hukum pembiayaan mudharabah :

1)  Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.




22 DSN MUI NO/07/DSN-MUI/IV/2000






2)      Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu‟allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.

3)      Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rudi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

4)      Jika salah satu pihak tidak menunjukan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui

Badan Arbitasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.



2.2.3        Mudharabah Musytarakah a. Definisi
Mudharabah Musytarakah Merupakan gabungan akad dari Mudharabah dan Musyarakah dimana pengelola(Mudharib) Turut menyertakan modalnya dalam kerjasama Investasi,yang diperlukan karena mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaanya serta dapat memberikan manfaat yang lebih baik bagi para pihak23

b.       Ketentuan Dalil

·         "Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya." QS. al-Maidah [5]:1:

·         "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamiu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." QS. an-Nisa [4]: 58:

·         "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." QS. al-Ma'idah [5]: 90:

·         "… Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ..." QS. Al-Baqarah [2]: 275:

·         "Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman." QS. al-Baqarah [2]: 278:







23 DSN MUI NO/No 50/DSN-MUI/III/2006






·         "Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

Hadis Nabi SAW riwayat at-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf:

c.       Ketentuan Umum

Mudharabah Musytarakah adalah bentuk akad Mudharabah di mana pengelola (mudharib) menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi tersebut24.

d.      Ketentuan Hukum,Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh LKS, karena merupakan bagian dari hukum Mudharabah.

e.         Ketentuan Akad

·         Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad Mudharabah dan akad Musyarakah.

·         LKS sebagai mudharib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama nasabah.

·         LKS sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal yang disertakan.

·         Bagian keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai musytarik dibagi antara LKS sebagai mudharib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.

·         Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal yang disertakan.

f.        Ketentuan Penutup

·         Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

·         Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.



2.3      Akad Penjaminan (Kafalah) a. Definisi

Secara bahasa, kafalah berarti menggabungkan. Secara istilah, pengertian kafalah menrut hanfiyah adalah menggabungkan sebuah tanggungan kepada dzimmah yang lain di dalam penagihan atau penuntutan secara mutlak. Maksudnya adalah menggabungkan penggabungan tanggungan pihak penjamin kepada pihak yang dijamin (Zuhaili, 2007, hal. 32).






24 DSN MUI NO/No 50/DSN-MUI/III/2006






Sedangkan menurut ulama malikiyyah, ulama syafi‟iyyah dan ulama Hanabilah, kafalah adalah menggabungkan tanggungan pihak yang menjamin kepada pihak yang dijamin di dalam kewajiban menunaikan utang (Zuhaili, 2007, hal. 36).

b. Landasan Hukum

Secara garis besar, kafaalah disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an pada surat Yusuf : 72, yaitu :

“Penyeru-penyeru itu berseru: „Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”

Menurut Ibnu Abbas r.a “kata az-za‟iim di dalam ayat tersebut maksudnya adalah al-

Kafiil (yang menjamin).

Selain itu, hadist yang menerangkan kebolehan kafaalah adalah :

“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan. Rasulullah saw bertanya, „Apakah ia mempunyai utang?‟ Sahabat menjawab, „Tidak‟. Maka, beliau mensalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya,

„Apakah ia mempunyai utang?‟ Sahabat menjawab, „Ya‟. Rasulullah berkata, „Salatkanlah temanmu itu‟ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, „Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah‟. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.”
(HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa‟).
c. Ketentuan

Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang kafalah bahwa ketentuan

akad kafalah adalah sebagai berikut :

·         Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

·         Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.

·         Rukun dan Syarat meliputi :

·         Pihak Penjamin (Kafiil) harus baligh (dewasa) dan berakal sehat dan memiliki hak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.

·         Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul „anhu) harus sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin, dikenal oleh penjamin.

·         Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu) harus diketahui identitasnya, dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa dan berakal sehat.

·         Obyek Penjaminan (Makful Bihi), harus memenuhi : harus merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan. Selain itu






bisa dilaksanakan oleh penjamin.Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan, harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya, tidak bertentangan dengan syari‟ah (diharamkan).

·         Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

·         Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah

2.4      Inovasi Akad

Dalam bahasa Arab istilah akad memiliki beberapa pengertian namun semuanya memiliki kesamaan makna yaitu mengikat dua hal. Dua hal tersebut bisa konkret, bisa pula abstrak semisal akad jual beli25.Sedangkan secara istilah akad adalah menghubungkan suatu kehendak suatu pihak dengan pihak lain dalam suatu bentuk yang menyebabkan adanya kewajiban untuk melakukan suatu hal. Contohnya adalah akad jual beli.Di samping itu, akad juga memiliki makna luas yaitu kemantapan hati seseorang untuk harus melakukan sesuatu baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain. Berdasarkan makna luas ini maka nadzar dan sumpah termasuk akad.Akad dengan makna luas inilah yang Allah inginkan dalam firman-Nya,


“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (Qs. al Maidah: 1)26

Sedangkan Inovasi Menurut Everett M. Rogers (1983), Mendefinisikan bahwa inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.pendapat lainya dari Stephen Robbins (1994), Mendefinisikan, inovasi sebagai suatu gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk atau proses dan jasa.

Sementara Menurut Ciri ada enam hal yang ada pada Inovasi yakni Penggantian (substitution), Perubahan (alternation), Penambahan (addition), Penyusunan kembali (restructturing), Penghapusan (elimination) dan Penguatan (reinforcement)27.




26  Almaidah ayat 1

27Shaping Australia’s Future: Innovation - Framework Paper. Department of Industry, Science and Resources. Australia. October 1, 1999






BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara atau teknik yang dapat membantu peneliti untuk mengetahui tentang urutan bagaimana penelitian dilakukan. Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. (Sugiyono, 2012).

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif, yakni suatu penelitian yang tujuannya untuk mengembangkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau (Asep Saepul Hamidi, 2014). Penelitian ini mencoba memaparkan objek penelitian yang memiliki potensi sesuai dengan fakta.

3.3 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. sumber data primer pada penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil observasi dan wawancara. Sedangkan data sekunder merupakan sumber yang mengacu pada informasi yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada (Sekaran, 2006, hal. 60). Sumber data sekunder pada penelitian ini diperoleh berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), buku, arsip, catatan, dokumen dan informasi lain yang berhubungan.

3.4  Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi

pustaka.

3.4.1 Wawancara

Teknik wawancara dilakukan untuk mengetahui implementasi proses batik dan mencari tahu faktor – faktor internal dan eksternal yang ada. Teknik wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil.






3.4.2   Studi Pustaka

Selain itu peneliti juga akan menggunakan teknik studi kepustakaan (library research)

yakni dengan cara mengumpulkan literatur-literatur yang terkait seperti media online Badan

Pusat Statistik (BPS), buku, arsip, catatan, dokumen dan informasi yang berhubungan.



akad Kerjasama antara pemilik modal(Shohibul Maal) dan juga orang yang berkompeten menjalankan bisnis atau dikenal dengan Mudharib yang memungkinkan adanya perpindahan kepemilikan selanjutnya yakni adanya kesempatan bagi Mudharib untuk penyertaan dana,dalam penyertaan tersebut merupakan proses perpindahan dan perubahan status Shohibul maal diawal dan juga Mudharib,apabila adanya penyertaan dari Mudharib maka itu merupkan akad Musytarakah, dan adanya tranformasi antara Sohibul mal menjadi syarik satu dan Mudharib sebagai syarik dua ,dengan adanya karakteristik tersebut akan eudahkan Umkm dalam pembiayaan dan meudahkan perbankan dalam kegiatan Finacingnya
Kafalah adalah akad penjaminan dimana salah satu menjadi penjamin atas jaminannya, dalamhal ini yang menjadi Penjamin adalah lembaga social yang telah memeberikan kriteria Kepada Umkm yang tersyarat, Adanya Program pengembangan umkm dari lembaga ziswaf sangat mmbantu dalam Pelaksanaan dan imlementasi akad yang
diusulkan
Kebutuhan Lebih Besar
Membutuhkan Sumber Pendanaan
Baru ?
Berdasarkan UU Zakat No. 38/1998, Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. Untuk itu pendayagunaan Zakat dapat diperuntukan sebagai modal awal usaha masyarakat miskin sebagai wirausaha baru. Zakat di Indonesia mencapai Rp 286 triliun (Baznas, 2016)Wakaf mencapai nilai minimal Rp 3 triliun (BWI, 2011);






BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Skema Mudharabah Musytarakah Bil Kafalah Untuk UMKM

4.1.1 Skema Umkm_Bank_Lembaga Ziswaf

Mudharabah                                                                                                              Musytarakah   adalah



























Skema Mudharabah Musytarakah Bil Kafalah UMKM Bank Lembaga Ziswaf

Di Usulkan Penulis





4.1.2 Skema Umkm dengan Bank dan  Kementrian Umkm

Skema Kedua adalah antara Umkm yang berposisi sebagai Mudharib dan kemudian sebagai Syarik dua apabila melakukan penyertaan sebelumnya,Bank sebagai Shohibul Maal yang keudian akan menjadi Syarik dua apabila dilakukan penyertaan pembayaan dari Nasabahnya, dan Kementrian Umkm Dan Koperasi Sebagai penjamin atas kegiatan Umkm.

Umkm yang dimaksud adalah umkm yang terdaftar dan masuk dalam lingkungan pembinaan Kementrian dimana agar memiliki bankablitas yng baik dan memiliki tingkat resiko yang lebih rendah dari pada umkm yang lainya, semakin mudah dalamemitigasi resiko maka akan semakin mudah dalam pelaksanaan pembiayaan.














































4.1.3 Skema Umkm_Bank_ Penjaminan

Skema Kedua adalah antara Umkm yang berposisi sebagai Mudharib dan kemudian sebagai Syarik dua apabila melakukan penyertaan sebelumnya,Bank sebagai Shohibul Maal yang keudian akan menjadi Syarik dua apabila dilakukan penyertaan pembayaan dari Nasabahnya, dan Perusahaan Penjaminan Sebagai penjamin atas kegiatan Umkm.

Umkm yang dimaksud adalah umkm yang terdaftar dan masuk dalam lingkungan pembinaan Kementrian dimana agar memiliki bankablitas yng baik dan memiliki tingkat resiko yang lebih rendah dari pada umkm yang lainya, semakin mudah dalamemitigasi resiko maka akan semakin mudah dalam pelaksanaan pembiayaan.















4.2 Tinjauan Fiqih dan Potensi Pengembangan

Dalam Standarisasi akad Mudharabah Musytarakah yang ditulis dalam buku akad dan Produk Bank Syariah oleh Dr Oni Sahroni Selaku Badan pengurus Harian di jelaskan bahwa legalitas Mudharabah Musytarakah ada di Riwayat hadist yang Marfu‟ yang di riwayatkan Shuhaib yang artinya „‟ada tiga hal yang mendapatkan keberkahan yaitu: Jual beli dengan pembayaran tempo,qiradh(Mudharabah) dan mencampurkan gandum dengan syair untuk keperluan rumah bukan untuk iperjualbelikan‟‟

Selain itu Hadist riwayat Tirmidzi dan Amru Bin Auf‟‟ Kaum muslimin terikat dengan syarat syarat yang erea buat kecuali yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram‟‟

Sedangkan penggabungan dengan lembaga penjaminan atau kafalah merupakan salah satu bentuk inovasi untuk melakukan pengembangan kepada Umkm agar lebih dimanfaatkan dan potensinya apat diberdayakan,dengan adanya skema tambahan kafalah tidak akan menghilangan esensi Mudharabah dan syirkahnamun justru memperkuat pada mitigasi resiko



















Data Pembiayaan Di Kementrian Umkm

agar bank dapat melaukan kegiatan financingnya kepada umkm dan mendapatkan jaminan atas kegiatan pembiayaan yang dilakukanya,berikut potensi pembiayaan pada umkm yang di






release Kementrian Umkm selain itu skema yang dilakukan Lks juga masih belum bisa masuk Ke Umkm karena asalah pada bankable na umkm dan tingkat resiko yang sangat tinggi sehingga Lks hanya sedikit mengambil potensi yang dimiliki oleh umkm ini,berikut skema ang biasa dilakukan di umkm Setiap entitas bisnis sangat membutuhkan kepastian resiko yang dimilikinya baik yang bersangkutan atau yag lainya.adanya undang-undang tentang Penjaminan No 1 tahun 2016 merupakan salah satu hal yang membantu dalam perluasan pembiayaan khususnya pada umkm . Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Ketentuan Umum Kafalah.Peraturan Presiden Nomor: 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan ,Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 74/DSN-MUI/I/2009 tentang Penjaminan Syariah,Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 222/PMK.010/2008 dan No. 99/PMK.010/2011 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK No.5/2014 tentang Perijinan Usaha Kelembagaan POJK No 6/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Penjaminan ,POJK No.7/ 2014 tentang Pemeriksaan Lembaga danUndang – Undang RI No.1/2016 tentang Penjaminan sangat memeberikan peluang bagi pengembangan Umkm melalui Inovasi akad Mudharabah Musytarakah Bil Kafalah yang merupakan bentuk sinergitas pembiayaan kepada umkm antara perbankan sebagai intermediary dan lembaga penjamin sebagai penjamin atas pebiayaan yang dilakukan perbankan,dalam hal ini enulis memberikan beberapa opsi melakukan pengembangan umkm dari lembaga social dengan potensi yang dimilikinya dan kementrian terkait serta lembaga penjamin agar dapat meningkatkan pemberdayaan umkm dan dapat memebrikan efek yang sangat significant dalam pengembangan ekonoi secara nasional dan dapat meningkatkan pertumbuhan eknomi secara Global.






BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai.

Maka sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Ketentuan Umum Kafalah.Peraturan Presiden Nomor: 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan ,Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 74/DSN-MUI/I/2009 tentang Penjaminan Syariah,Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 222/PMK.010/2008 dan No. 99/PMK.010/2011 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit.Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK No.5/2014 tentang Perijinan Usaha Kelembagaan POJK No 6/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Penjaminan ,POJK No.7/ 2014 tentang Pemeriksaan Lembaga danUndang – Undang RI No.1/2016 tentang Penjaminan tentang dukungan pada umkm sangat diperlukan bagi pengembangan ekonomi nasional maka pengembangan skema atau inovasi akad diharapkan dapat memberikan dampak langsung bagi Umkm agar menunjang dan memberikan keleluasaan perbankan dan umkm untuk melakukan pembiayaan dan mengabil potensi dari umkm.

Saran

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas atau lainya yang dapat diakses setiap Unit usaha kecil dan dapat meningkatkan kinerja usaha kecil secara maksimal dan dapat menumbuhkan perekonomian secara nasional.






Penulis menyarankan agar adanya sinergitas antar Kementrian terkait untuk meningkatkan vitalitas pembangunan ekonomi pada umkm selain itu untuk mewujudkan adanya Financial Inclusion yang berkeadilan dan dapat dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat terutama usaha kecil menengah maka sangat diperlukan peran Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dalam menjembatani para usahawan Mikro untuk bangkit dan mengembangkan kegiatan usahanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mahabbah

 Cinta itu  laksana sebuah perang,  amat mudah mengobarkannya,  namun amat sulit untuk memadamkannya   Ketika kita mencintai,  perasaan kita...