Paradoks
Ekonomi Syariah di Indonesia
Oleh: Tri Aji Pamungkas
Oleh: Tri Aji Pamungkas
Ekonomi
Syariah sangat di identikan dengan industri keuangan syariah, yang meliputi
industri yang termasuk dengan lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan
bank. Padahal, ekonomi islam bukan hanya termasuk bank melainkan masuk kepada
elemen terkecil dalam kegiatan ekonomi termasuk dalam ekonomi Syariah.
Mari
kita belajar dari Industri Keuangan Bank yang sedang di idolakan para pelaku
bisnis, ekonomi islam menjadi salah satu alternatif dalam upaya penyembuhan dan
keaadan ekonomi dunia saat ini. Ekonomi islam dianggap sebagai salah satu
system yang moderat dan dapat menguntungkan semua pihak tanpa ada aspek aspek
yang didzalimi apabila dialkasanakan sesuai dengan kajian teoritis Alquran dan
Sunnah. Di Indonesia sendiri dengan adanya undang-undang No.21 tahun 2008
sebagai legalitas adanya perbankan syariah di Indonesia. Undang-undang
perbankan syariah memiliki ciri khas tersendiri dimana memberikan penjelasan
bahwa bagi setiap Bank Perkreditan Daerah (BPD) yang memiliki unit usaha
syariah wajib bertranformasi menjadi syariah di tahun 2022.
Berbicara
terkait dengan Bank syariah di Indonesia memiliki beberapa hal yang tidak sesuai
dengan filosofi ekonomi syariah sebenarnya. Selayaknya, ekonomi islam yang
diimpikan adalah mencakup keumatan, memberikan efek positif pada msayrakat
secara komprehensif dan tidak menimbulkan adanya kesenjangan lebih antara orang
kaya dan orang miskin. Perjalanan 25 tahun ekonomi islam dengan adanya Bank
Muamalat sebagai inisiator bank syariah
di Indonesia sejauh ini apabila kita melihat dari data kepemilikan asset atau
Dana pihak ketiga di Bank syariah sangat memperihatinkan, menurut data LPS 2017
0,04% dari total jumlah rekening menguasai 45,48% dana berputar di perbankan,
sedangkan 97,89% dari total rekening hanya bisa menguasai asset dari perputaran
uang sebesar 14,74%. Penyebab ketimpangan sektoral ini di sebabkan karena dua
hal dalam teori ekonomi islam dan ekonomi modern saat ini yakni Inquality Asset
dan Inquality Opportunity (M.Fadhil Hasan dalam diskusi Darurat Ketimpangan
Ekonomi di Komisi XI DPR RI salah satu Fraksi).
Dari
data diatas sederhana saya ungkapkan bahwa ketimpangan terjadi bukan karena dua
hal sebagaimana disebutkan melainkan karena adanya system kapitalisme yang
masuk di dunia perbankan syariah itu sendiri sehingga menimbulkan efek yang
dominan kedalam ketidakbergerakan sumbangan positif bank syariah yang dianggap
sebagai icon ekonomi syariah terhadap perbaikan ekonomi umat, pendapat ini
diperjelas dengan adanya statistic perbankan syariah di ojk per 2016 dengan
indicator porsi kredit pertanian yang masih minim yakni hanya diangka 6-7%.
Sedangkan mayoritas menengah kebawah di Indonesia adalah dari segmentasi usaha
pertanian. Dalih permasalahan dalam hal ini adalah masih minimnya skematik di
perbankan syariah untuk mitigasi resiko dalam melakukan pembiayaan pertanian,
berbeda dengan pembiayaan perumahan yang sering mendapat perlakuan lebih krena
nilai profit yang menjanjikan.solusi utama dalam hal ini adalah dengan adanya
system penjaminan atau kafalah bagi nasabah petani oleh pihak terkait dalam hal
ini pemerintah serta memberikan upgrading lebih kepada para petani melalui
lembaga-lembaga atau aktivis yang bergerak di bidang pertanian untuk melakukan
sosialisai terkait dengan keuangan syariah.sebagaimana contoh sosialisasi yang
dilakukan Swadaya Petani Indonesia tentang keuangan akan menumbuhkan literasi
keuangan apalagi dengan keuangan syariah. Hal seperti ini patut ditiru dan
dijadikan sebagai penyemangan untuk ekonomi islam di Indonesia yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar