Senin, 30 Oktober 2017

Paradoks Ekonomi Syariah di Indonesia
 Oleh: Tri Aji Pamungkas


Ekonomi Syariah sangat di identikan dengan industri keuangan syariah, yang meliputi industri yang termasuk dengan lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank. Padahal, ekonomi islam bukan hanya termasuk bank melainkan masuk kepada elemen terkecil dalam kegiatan ekonomi termasuk dalam ekonomi Syariah.
Mari kita belajar dari Industri Keuangan Bank yang sedang di idolakan para pelaku bisnis, ekonomi islam menjadi salah satu alternatif dalam upaya penyembuhan dan keaadan ekonomi dunia saat ini. Ekonomi islam dianggap sebagai salah satu system yang moderat dan dapat menguntungkan semua pihak tanpa ada aspek aspek yang didzalimi apabila dialkasanakan sesuai dengan kajian teoritis Alquran dan Sunnah. Di Indonesia sendiri dengan adanya undang-undang No.21 tahun 2008 sebagai legalitas adanya perbankan syariah di Indonesia. Undang-undang perbankan syariah memiliki ciri khas tersendiri dimana memberikan penjelasan bahwa bagi setiap Bank Perkreditan Daerah (BPD) yang memiliki unit usaha syariah wajib bertranformasi menjadi syariah di tahun 2022.
Berbicara terkait dengan Bank syariah di Indonesia memiliki beberapa hal yang tidak sesuai dengan filosofi ekonomi syariah sebenarnya. Selayaknya, ekonomi islam yang diimpikan adalah mencakup keumatan, memberikan efek positif pada msayrakat secara komprehensif dan tidak menimbulkan adanya kesenjangan lebih antara orang kaya dan orang miskin. Perjalanan 25 tahun ekonomi islam dengan adanya Bank Muamalat sebagai  inisiator bank syariah di Indonesia sejauh ini apabila kita melihat dari data kepemilikan asset atau Dana pihak ketiga di Bank syariah sangat memperihatinkan, menurut data LPS 2017 0,04% dari total jumlah rekening menguasai 45,48% dana berputar di perbankan, sedangkan 97,89% dari total rekening hanya bisa menguasai asset dari perputaran uang sebesar 14,74%. Penyebab ketimpangan sektoral ini di sebabkan karena dua hal dalam teori ekonomi islam dan ekonomi modern saat ini yakni Inquality Asset dan Inquality Opportunity (M.Fadhil Hasan dalam diskusi Darurat Ketimpangan Ekonomi di Komisi XI DPR RI salah satu Fraksi).

Dari data diatas sederhana saya ungkapkan bahwa ketimpangan terjadi bukan karena dua hal sebagaimana disebutkan melainkan karena adanya system kapitalisme yang masuk di dunia perbankan syariah itu sendiri sehingga menimbulkan efek yang dominan kedalam ketidakbergerakan sumbangan positif bank syariah yang dianggap sebagai icon ekonomi syariah terhadap perbaikan ekonomi umat, pendapat ini diperjelas dengan adanya statistic perbankan syariah di ojk per 2016 dengan indicator porsi kredit pertanian yang masih minim yakni hanya diangka 6-7%. Sedangkan mayoritas menengah kebawah di Indonesia adalah dari segmentasi usaha pertanian. Dalih permasalahan dalam hal ini adalah masih minimnya skematik di perbankan syariah untuk mitigasi resiko dalam melakukan pembiayaan pertanian, berbeda dengan pembiayaan perumahan yang sering mendapat perlakuan lebih krena nilai profit yang menjanjikan.solusi utama dalam hal ini adalah dengan adanya system penjaminan atau kafalah bagi nasabah petani oleh pihak terkait dalam hal ini pemerintah serta memberikan upgrading lebih kepada para petani melalui lembaga-lembaga atau aktivis yang bergerak di bidang pertanian untuk melakukan sosialisai terkait dengan keuangan syariah.sebagaimana contoh sosialisasi yang dilakukan Swadaya Petani Indonesia tentang keuangan akan menumbuhkan literasi keuangan apalagi dengan keuangan syariah. Hal seperti ini patut ditiru dan dijadikan sebagai penyemangan untuk ekonomi islam di Indonesia yang sebenarnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mahabbah

 Cinta itu  laksana sebuah perang,  amat mudah mengobarkannya,  namun amat sulit untuk memadamkannya   Ketika kita mencintai,  perasaan kita...