Senin, 22 Mei 2017

Syariah Berbicara Tax Amnesty

Kajian Tax Amnesty dalam Prespektif Syariah 
Oleh : Rachmat Rizqy Kurniawan 
(Staf Ahli Ekonomi MPR RI )
Dalam rancangan undang-undang pengampunan nasional tahun 2015 Bab I pasal 1 yang dimaksud dengan pengampunan nasional adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana dibidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan.
Ketentuan-ketentuan lainnya yang ada dalam RUU Pengampunan Nasional ada dalam Bab V Fasilitas dipasal 9-11. Penyusunan RUU ini berdasarkan pasal 14 ayat (2) yaitu presiden dapat memberikan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan DPR dan pasal 23A UUD NRI tahun 1945 tentang pajak diatur oleh undang-undang.
Point besar dari RUU ini adalah menarik masuk dan mendata ulang dana-dana objek pajak dari luar negeri yang selama ini luput misalkan dari cara-cara ilegal seperti hasil korupsi yang dibawa kabur keluar negeri atau orang-orang yang selama ini menyimpan dananya diluar negeri untuk menghindari pajak.
Bagaimana tax amnesty ini dalam islam?
Islam mengatur tata cara mendapatkan dan mengalokasikan harta. Melalui syariat islam negara dapat menghimpun dana dari rakyatnya untuk membangun dan mensejahterakan rakyat itu sendiri.
Beberapa waktu yang lalu saya sering memposting terkait kebijakan fiskal negara dalam perspektif syariah islam, misalkan dari kitab Al-Amwal dan Al-Kharaj.
Diantara penerimaan negara yang legal dalam syariat islam antara lain, zakat, jizyah, ghanimah, fai, ‘usyr, khums, kharaj serta dharibah.
Korelasi paling dekat dengan konsep tax atau pajak yang berlaku disini adalah zakat dan jizyah.
Zakat adalah hak baitul mal dari kaum muslimin dengan menggunakan kuasa pemerintah berdasarkan syariat islam diambil dan disalurkan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam syariah islam. (Kitab Tafsir Fii Dzilalil Quran hal. 1/231)
Sedangkan jizyah adalah menurut Al-Waahidy yang dikutip dalam kitab Tafsir Ar-Razii hal.25/16 harta yang diambil dari orang (ahli kitab) atas perjanjian damai dengan muslimin.
Sehingga bisa dianalogikan pajak bagi kaum muslimin adalah zakat dan pajak ahli kitab adalah jizyah, secara garis besar, diluar penerimaan-penerimaan lain yang lebih spesifik seperti yang sudah saya sebutkan diatas.
Lalu bagaimana islam mengatur orang-orang yang tidak mau membayar zakat dan jizyah? Apakah pemerintah memberikan amnesty?
Jawaban pertanyaan ini dapat kita temukan dalam kitab utama undang-undang islam sekaligus kitab yang mengatur semua aspek kehidupan yaitu Al-Quran.
Dalam surat Ali Imran ayat 180 secara tegas Allah sudah memberikan sanksi bagi orang orang yang tidak mau mengeluarkan hartanya karena kebakhilan (kekikiran) yaitu akan dikalungkan apa yang mereka bakhilkan pada hari kiamat.
Tegas jelas dan tanpa ampun.
Saya pribadi belum menemukan dalil yang memberikan ampunan bagi mereka yang bakhil dari mengeluarkan hartanya dijalan Allah SWT.
Ayat lainnya At-Taubah 34-35 juga tegas menghukum orang yang menimbun emas dan perak (harta kekayaan) tanpa mau berzakat akan disetrika dahi, lambung dan punggung mereka dengan cairan panas emas dan perak yang selama ini dia timbun. Tanpa ampun.
Dari dua ayat diatas maka jelas sekali hukuman Allah SWT bagi orang yang tidak mau mengeluarkan zakat atas hartanya. Dan kalau disebutkan hadist dan dalil lainnya tentu akan banyak sekali. Semisal hadist shahih yang diriwayatkan dari Abi Wail dari Abdullah bagaimana Rasulullah SAW menafsirkan ayat ini.
Maka itu jelas kalimat yang digunakan dalam zakat adalah kalimat perintah :
خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزكيهم بها
Perintah mengambil/menarik zakat demi membersihkan diri dari sifat kikir. Zakat itu sesungguhnya untuk diri sendiri. (At-Taubah 103)
Bagaimana dengan orang non muslim?, seorang muslim saja siksanya amat pedih lalu apa yang sepadan ditarik dari orang non muslim?
Jizyah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran surat At-Taubah 29 bagi mereka yang non muslim dikenai jizyah.
قاتلوا الذين لا يؤمنون بالله ولا باليوم الآخر ولا يحرمون ما حرم الله ورسوله ولا يدينون دين الحق من الذين أوتوا الكتاب حتى يعطوا الجزية عن يد وهم صاغرون
Perintah perang kepada ahli kitab sampai mereka membayar jizyah. Artinya orang yang tidak membayar jizyah wajib diperangi. Jelas tanpa ampun. Karena mereka tidak beriman (kalau beriman dan berislam tentu membayar zakat) mereka menghalalkan yang haram maka bagi mereka jizyah.
Ayat ini turun sebagai perintah perang tabuk (Asbabunnuzul) (Tafsir Mujahid, 1/140) yaitu perintah untuk memerangi kaum ahli kitab (nasrani dan yahudi) sampai mereka menyatakan keislamannya atau membayar Jisyah. (Tafsir Ath-Thabary 10/135)
Jelas dan tegas. Tanpa ampun.
Hikmahnya adalah penegakan keadilan bagi seluruh manusia, dimana Allah SWT mendelegasikannya kepada pemimpin untuk berlaku adil dan menunaikan amanah. Sehingga tidak ada saling mendzolimi, apalagi rakyat biasa yang selama ini patuh membayar pajak tentu akan sakit hati dengan RUU tax amnesty ini.
Sehingga hak pengampunan dalam islam sesungguhnya adalah hak Allah SWT yaitu dengan jalan bertaubat dan mematuhi perintahnya, yang muslim yaa bayar zakat yang non muslim yaa bayar jizyah.

Ekonomi Masih Milik Asing : Kajian Prespektif syariah

Ironi, Penanaman Modal Asing
oleh: Rachmat Rizqy Kurniawan 
(Staf Ahli Ekonomi MPR RI)

Berdasarkan data BKPM Tahun 2016, PMA (Penanaman Modal Asing) untuk jakarta diangka Rp7,9 triliun dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) Rp1,1 miliar. (0.014% dari PMA).
Sedangkan dalam skala nasional tiongkok dan hongkong menyumbang 12 Triliun dari 89 Triliun total PMA di Indonesia atau 13%.
Angka diatas sungguh menarik. Apalagi bagi para peneliti pertumbuhan ekonomi dari leverage PMA.
Bagaimana penanaman modal asing ini dalam pandangan islam apakah dibolehkan?
Tentunya syariah hadir untuk menjamin terjadinya mashlahat dan terhindarnya mudharat. (Al-Muwafaqat Hal.1/5) sehingga jika bicara sisi syar’i pasti ada batasan-batasan syariah.
Sacara istilah fiqh PMA dikenal dengan istilah الاستثمار atau investasi. Baik dalam negeri maupun luar negeri. Yang artinya adalah sesuatu yang tumbuh, bertambah dan banyak. (Al-Qomus Al-Muhith hal.359, Lisanul Arab hal. 2/126 dan Al-Mu’jam Al-Wasith hal. 100) Mengelola harta kekayaan untuk mendapatkan hasil secara langsung (rill) atau tidak langsung yaitu dalam bentuk saham atau surat berharga.
Ulama Ekonomi Islam yang mengungkapkan istilah ini adalah Imam Al-Ghazali (Al-Mustashfa) dan Imam Ibnu Taymiyyah (Majmu’ Fatawa).
Hukum dasar dari investasi dalam syariah islam adalah wajib, dasarnya adalah tafsir surat An-Nisaa ayat 5
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا" [النساء: 5]
Kata fiiha dalam ayat ini ditafsirkan bahwa nafaqah untuk anak yatim itu bukan dengan menghabiskan harta peninggalan harta anak yatim itu tapi dengan menginvestasikan harta tersebut sehingga mendapatkan hasil/untung dan dari keuntungan itulah nafaqah anak yatim tersebut. Sehingga pokok hartanya tidak habis. (Al-Ististmar Fil Asham hal. 5)
Dalil lainnya
كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ" [الحشر: 7]
Harta itu diinvestasikan supaya tidak berputar-putar saja di kalangan orang-orang kaya saja.
Dan dalam hadist mursal dari Umar bin Khattab RA :
قال:"ابتغوا في مال اليتيم -أو في أموال اليتامى - لا تذهبها- أو لا تستهلكها- الصدقة "
Harta itu (anak yatim) diinvestasikan agar tidak habis oleh kewajiban zakat (zakat naqdain).
Tentunya hukum wajib dari investasi ini dibatasi oleh batasan syariah diantaranya (baca Surat Al-Israa 26-27 dan 29 dan surat Al-Furqan 67 yaitu dalam hal pengelolaan pengeluaran harta dalam islam):
• Jangan Mubazzir/terlalu loyal berinvestasi karena bisa berpotensi risiko rugi.
• Jangan Pelit/terlalu menahan investasi sehingga keuntungan yang didapat tidak besar.
Selain itu harus melihat sisi mashlahat dan mudharatnya. Jika ternyata masuknya dana asing ini menimbulkan mudharat seperti dana itu masuk dengan syarat pekerja lapangannya berasal dari negara investor yang berdampak pada lemahnya keamanan dan kedaulatan negara maka ini tidak diperbolehkan.
Apalagi dengan persyaratan seperti itu tentunya menafikan mashlahat sebenarnya dari penanaman dana asing yaitu terserapnya tenaga kerja dalam negeri.
Mudharat lainnya adalah jika dana asing itu masuk dengan persyaratan yang merugikan lainnya seperti biaya bunga (riba) dan harus membeli barang dari negara investor (Bai Muallaq) maka ini tidak diperbolehkan sesuai dengan qawaaid fiqhiyyah درء المفاسد أولى من جلب المصالح yang bersumber dari hadist لا ضرر و لا ضرار

Bertani Juga syariah lho

Pertanian :  kerja Syariah melalui Koperasi
Oleh : Tri Aji Pamungkas 
 (Staf Dudung Stheven R&C)
.
Setelah saya mengabarkan bahwa ada komunitas (koperasi) yang akan menjalankan akses pemasaran bagi petani-petani, dengan mendistribusikan hasil panen langsung kepada konsumen (komunitas itu sendiri), di luar dugaan banyak yang menghubungi saya ingin ikut menitipkan hasil panen taninya untuk dipasarkan. Ini menggambarkan bahwa, persoalan tataniaga pertanian adalah hal sangat penting.
.
Ada yang “curhat” minta dibantu, di daerahnya dulu ada banyak anak-anak muda yang dilatih bertani organik, mereka sangat antusias belajar tentang pertanian. Tetapi hari ini, hampir semuanya sudah tidak ada semangat lagi bertani, dikarenakan, TIDAK PUNYA AKSES PASAR. Hanya beberapa orang saja yang masih bertahan, dan itu pun sepertinya karena tak ada pilihan lain.
.
Tahun 2014-2015, saya sempat berkeliling ke sentra-sentra pertanian, pada umumnya mereka sering mendapatkan pelatihan tentang pertanian organik, baik dari lembaga swadaya, maupun dari pemerintah. Tetapi setelah mereka coba terapkan, hasil panennya tidak tahu mau dijual kemana.
.
Adalah hal yang mulia dan luar biasa memberikan edukasi tentang bertani yang baik dan benar, memberikan edukasi agar petani bisa membuat pupuk sendiri, pestisida sendiri, mengolah kompos, dll. Tetapi jika hasil panennya tidak dapat memberikan penghasilan yang cukup, maka akan timbul persoalan mendasar. Tidak cukup dengan janji-janji nanti akan dibantu, karena perut tidak dapat menunggu janji.
.
Memang betul, bertani itu ada unsur sedekah, tidak perlu nyinyir seolah-olah itu seperti hiburan bagi petani, karena pernyataan tersebut adalah firman Allah di dalam Qur’an. Namun, tentu perlu kita buatkan jalan keluar tata niaga yang berkeadilan bagi semuanya, yang saling menguntungkan. Petani dapat menjual hasil taninya dengan harga yang wajar, dan juga konsumen bisa mendapatkan produk yang sehat, juga dengan harga yang wajar.
.
Maka dari itu, perlu adanya kolaborasi dan sinergi antar berbagai pihak, karena petani adalah sebagai salah satu yang memiliki pekerjaan dan bermanfaat bagi sesama umat. apabila tidak ada petani maka siapa yang akan menyediakan makan bagi kita.


MARI RAMAIKAN PEMIRA SEBI

Sebi Gelar Exit Poll bersama DSR&C

Pemira kali ini berbeda dengan tahun lalu karena adanya exit poll yang meramaikan stei sebi
berikut hasil exit poll yang terjadi .
Semoga hasilnya tidak mempengaruhi Pilihan anda yaa










Akuntansi Pemerintahan



Akuntansi : antara Regulasi, dan pelaku di Pemerintah
Oleh : Dudung Stheven 
( Direktur Dudung Stheven R&C )


Standar akuntansi merupakan pedoman umum atau prinsip-prinsip yang mengatur perlakukan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan pelaporan kepada para pengguna laporan keuangan, sedangkan prosedur akuntansi merupakan praktek khusus yang digunakan untuk mengimplementasikan standar. Untuk memastikan diikutinya prosedur yang telah ditetapkan, sistem akuntansi sektor publik harus dilengkapi dengan sistem pengendalian intern atas penerimaan dan pengeluaran dana publik.
Penetapan standar akuntansi sangat diperlukan untuk memberikan jaminan dalam aspek konsistensi pelaporan keuangan. Tidak adanya standar akuntansi yang memadai akan menimbulkan implikasi negatif berupa rendahnya reliabilitas dan objektivitas informasi yang disajikan, inkonsistensi dalam pelaporan keuangan serta menyulitkan pengauditan.
Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan akuntansi biasa. Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban kepada masyarakat yang ada di sektor publik. Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya telah memasukan standar untuk organisasi nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada PSAK nomor 45 tentang organisasi nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi praktik-praktik lembaga pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Karna itu, pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur secara internasional. Organisasi yang merancang standar ini adalah International Federation of Accountants-IFAC (Federasi Auntan Internasional). Mereka membuat suatu standar akuntansi sector publik yang disebut Internation Public Sector Accounting Standards-IPSAS ( Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik ). Standar ini menjadi pedoman bagi perancangan standar akuntansi pemerintahan di setiap Negara di dunia.
Proses penetapan dan pelaksanaan standar akuntansi sektor publik merupakan masalah yang serius bagi praktek akuntansi, profesi akuntan, dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Pembuatan suatu standar mungkin dapat bermanfat bagi suatu pihak, namun dapat juga merugkan bagi pihak lain. Penentuan mekanisme yang terbaik dalam menetapkan keseragaman standar akuntansi merupakan faktor penting agar standar akuntansi dapat diterima pihak-pihak yang berkepentingan dan bermanfaat bagi pengembangan akuntansi sektor publik itu sendiri.
1.      Menurut Mardiasmo (Mardiasmo, 2004) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan standar akuntansi, antara lain:
2.      Standar memberikan pedoman tentang informasi yang harus disajikan dalam laporan posisi keuangan, kinerja, dan aktivitas sebuah organisasi bagi seluruh pengguna informasi.
3.      Standar memberikan petunjuk dan aturan tindakan bagi auditor yang memungkinkan pengujian secara hati-hati dan independen saat menggunakan keahlian dan integritasnya dalam mengaudit laporan suatu organisasi serta saat membuktikan kewajaran.
4.      Standar memberikan petunjuk tentang data yang perlu disajikan yang berkaitan dengan berbagai variabel yang patut dipertimbangkan dalam bidang perpajakan, regulasi, perencanaan serta regulasi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi serta tujuan sosial 1ainnya
5.      Standar menghasilkan prinsip dan teori yang penting bagi seluruh pihak yang berkepentingan dalam disiplin ilmu akuntansi.
Perkembangan Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik
Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi
Peraturan dan karakter pengelolaan keuangan daerah  yang ada pada masa Era pra Reformasi dapat dirincikan sebagai berikut  :
1.      UU 5/1975 tentang  Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah
2.      PP 6/1975 tentang  Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Indikator kinerja Pemda,yaitu meliputi :
·         Perbandingan anggaran dan realisasi
·         Perbandingan standar dan realisasi
·         Target prosentase fisik proyek
3.      Kepmendagri No.900-099 tahun 1980 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi diperkenalkan double entry bookkeeping.
4.      Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2/1994 tentang  Pelaksanaan APBD.
5.      UU 18/1997 tentang  Pajak dan Retribusi Daerah.
6.      Kepmendagri 3/1999 tentang  Bentuk dan susunan Perhitungan APBD. Bentuk laporan perhitungan APBD :
·         Perhitungan APBD
·         Nota Perhitungan
·         Perhitungan Kas dan Pencocokan sisa Kas dan sisa Perhitungan (PP/1975)
Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Tujuan dari regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi adalah untuk mengelola keuangan negara/daerah menuju tata kelola yang baik Bentuk Reformasi yang ada meliputi :
1.      Penataan peraturan perundang-undangan;
2.      Penataan kelembagaan;
3.      Penataan sistem pengelolaan keuangan negara/daerah; dan
4.      Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan
Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Kebutuhan atas standar akuntansu sektor publik terus berkembang akibat kedinamisan regulasi pemerintah. Kedinamisan ini ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah dan reformasi keuangan.
Otonomi daerah berlaku akibat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. UU ini menjelaskan bahwa pemerintah melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemeirntah yang lebih efisien, efektif, dan bertanggun jawab. UU ini mulai berlaku sejak tahun 2001.
Lalu, pemerintah merasa UU Nomor 22 Tahun 1999 tidak lagi sesuai dengan perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan UU baru, yaitu :
1.      Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
2.      Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimabangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-undang di atas menjadikan pedoman pelaksanaan otonomi daerah lebih jelas dan terperinci, khusunya tentang pengelolaan keuangan daerah dan pertanggungjawaban.
Perubahan undang-undang tersebut merupakan salah satu hal yang signifikan dalam perkembangan otonomi daerah. Perubahan itu sendiri dilandasi oleh beberapa hal, antara lain :
1.      Adanya semangan desentralisasi yang menekankan pada upaya efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya daerah.
2.      Adanya semangat tata kelola yang baik (good governance).
3.      Adanya konsekuensi berupa penyerahan urusan dan pendanaan ( money follows function ) yang mengatur hak dan kewajiban daerah terkait dengan keuangan daerah.
4.      Perlunya penyelarasan dengan paket Undang-undang (UU) Keuangan Negara, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendeharaan negara, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Peraturan perundangan terus bergerak dinamis khususnya Peraturan Pemerintahan (PP) sebagai turunan berbagai undang-undang di atas, antara lain :
1.      PP Nomor 23 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
2.      PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
3.      PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
4.      PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
5.      PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.
6.      PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah.
7.      PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengeloalaan Keuangan Daerah.
8.      PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
9.      PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah 
PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun.
Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dimaksudkan  untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan,  baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
Secara definisi, sistem akuntansi akrual adalah suatu metode pencatatan transaksi atau peristiwa dan pengakuan biaya (beban) berdasarkan periode terjadinya peristiwa atau transaksi tersebut. Sedangkan menurut metode single entry atau cash basis pencatatan dan pengakuan peristiwa dilakukan saat pembayaran dilakukan.
Dalam sistem akrual, pencatatan biaya depresiasi suatu aset dibebankan ke periode waktu selama suatu aset tersebut digunakan berdasarkan biaya harga pembelian aset. Sedangkan menurut sistem akuntansi berbasis kas, biaya pengadaan aset tersebut dibebankan ke periode saat dilakukan pembayaran atas harga aset.

Isu tentang pentingnya timing dalam pengakuan / recognition suatu transaksi atau peristiwa ekonomi merupakan hal yang sangat penting dalam lingkungan sstem akrual, sehingga lebih membantu dalam meningkatan akuntabilitas pengambilan keputusan. Angka-angka akuntansi berdasarkan sistem akrual dianggap lebih informatif, membawa implikasi yang signifikan untuk pimpinan daerah dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki

Mahabbah

 Cinta itu  laksana sebuah perang,  amat mudah mengobarkannya,  namun amat sulit untuk memadamkannya   Ketika kita mencintai,  perasaan kita...