Senin, 22 Mei 2017

Akuntansi Pemerintahan



Akuntansi : antara Regulasi, dan pelaku di Pemerintah
Oleh : Dudung Stheven 
( Direktur Dudung Stheven R&C )


Standar akuntansi merupakan pedoman umum atau prinsip-prinsip yang mengatur perlakukan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan pelaporan kepada para pengguna laporan keuangan, sedangkan prosedur akuntansi merupakan praktek khusus yang digunakan untuk mengimplementasikan standar. Untuk memastikan diikutinya prosedur yang telah ditetapkan, sistem akuntansi sektor publik harus dilengkapi dengan sistem pengendalian intern atas penerimaan dan pengeluaran dana publik.
Penetapan standar akuntansi sangat diperlukan untuk memberikan jaminan dalam aspek konsistensi pelaporan keuangan. Tidak adanya standar akuntansi yang memadai akan menimbulkan implikasi negatif berupa rendahnya reliabilitas dan objektivitas informasi yang disajikan, inkonsistensi dalam pelaporan keuangan serta menyulitkan pengauditan.
Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan akuntansi biasa. Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban kepada masyarakat yang ada di sektor publik. Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya telah memasukan standar untuk organisasi nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada PSAK nomor 45 tentang organisasi nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi praktik-praktik lembaga pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Karna itu, pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur secara internasional. Organisasi yang merancang standar ini adalah International Federation of Accountants-IFAC (Federasi Auntan Internasional). Mereka membuat suatu standar akuntansi sector publik yang disebut Internation Public Sector Accounting Standards-IPSAS ( Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik ). Standar ini menjadi pedoman bagi perancangan standar akuntansi pemerintahan di setiap Negara di dunia.
Proses penetapan dan pelaksanaan standar akuntansi sektor publik merupakan masalah yang serius bagi praktek akuntansi, profesi akuntan, dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Pembuatan suatu standar mungkin dapat bermanfat bagi suatu pihak, namun dapat juga merugkan bagi pihak lain. Penentuan mekanisme yang terbaik dalam menetapkan keseragaman standar akuntansi merupakan faktor penting agar standar akuntansi dapat diterima pihak-pihak yang berkepentingan dan bermanfaat bagi pengembangan akuntansi sektor publik itu sendiri.
1.      Menurut Mardiasmo (Mardiasmo, 2004) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan standar akuntansi, antara lain:
2.      Standar memberikan pedoman tentang informasi yang harus disajikan dalam laporan posisi keuangan, kinerja, dan aktivitas sebuah organisasi bagi seluruh pengguna informasi.
3.      Standar memberikan petunjuk dan aturan tindakan bagi auditor yang memungkinkan pengujian secara hati-hati dan independen saat menggunakan keahlian dan integritasnya dalam mengaudit laporan suatu organisasi serta saat membuktikan kewajaran.
4.      Standar memberikan petunjuk tentang data yang perlu disajikan yang berkaitan dengan berbagai variabel yang patut dipertimbangkan dalam bidang perpajakan, regulasi, perencanaan serta regulasi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi serta tujuan sosial 1ainnya
5.      Standar menghasilkan prinsip dan teori yang penting bagi seluruh pihak yang berkepentingan dalam disiplin ilmu akuntansi.
Perkembangan Regulasi dan Standar Akuntansi Sektor Publik
Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi
Peraturan dan karakter pengelolaan keuangan daerah  yang ada pada masa Era pra Reformasi dapat dirincikan sebagai berikut  :
1.      UU 5/1975 tentang  Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah
2.      PP 6/1975 tentang  Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Indikator kinerja Pemda,yaitu meliputi :
·         Perbandingan anggaran dan realisasi
·         Perbandingan standar dan realisasi
·         Target prosentase fisik proyek
3.      Kepmendagri No.900-099 tahun 1980 tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi diperkenalkan double entry bookkeeping.
4.      Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2/1994 tentang  Pelaksanaan APBD.
5.      UU 18/1997 tentang  Pajak dan Retribusi Daerah.
6.      Kepmendagri 3/1999 tentang  Bentuk dan susunan Perhitungan APBD. Bentuk laporan perhitungan APBD :
·         Perhitungan APBD
·         Nota Perhitungan
·         Perhitungan Kas dan Pencocokan sisa Kas dan sisa Perhitungan (PP/1975)
Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Tujuan dari regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi adalah untuk mengelola keuangan negara/daerah menuju tata kelola yang baik Bentuk Reformasi yang ada meliputi :
1.      Penataan peraturan perundang-undangan;
2.      Penataan kelembagaan;
3.      Penataan sistem pengelolaan keuangan negara/daerah; dan
4.      Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan
Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi
Kebutuhan atas standar akuntansu sektor publik terus berkembang akibat kedinamisan regulasi pemerintah. Kedinamisan ini ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah dan reformasi keuangan.
Otonomi daerah berlaku akibat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. UU ini menjelaskan bahwa pemerintah melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemeirntah yang lebih efisien, efektif, dan bertanggun jawab. UU ini mulai berlaku sejak tahun 2001.
Lalu, pemerintah merasa UU Nomor 22 Tahun 1999 tidak lagi sesuai dengan perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan UU baru, yaitu :
1.      Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
2.      Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimabangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-undang di atas menjadikan pedoman pelaksanaan otonomi daerah lebih jelas dan terperinci, khusunya tentang pengelolaan keuangan daerah dan pertanggungjawaban.
Perubahan undang-undang tersebut merupakan salah satu hal yang signifikan dalam perkembangan otonomi daerah. Perubahan itu sendiri dilandasi oleh beberapa hal, antara lain :
1.      Adanya semangan desentralisasi yang menekankan pada upaya efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya daerah.
2.      Adanya semangat tata kelola yang baik (good governance).
3.      Adanya konsekuensi berupa penyerahan urusan dan pendanaan ( money follows function ) yang mengatur hak dan kewajiban daerah terkait dengan keuangan daerah.
4.      Perlunya penyelarasan dengan paket Undang-undang (UU) Keuangan Negara, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendeharaan negara, UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Peraturan perundangan terus bergerak dinamis khususnya Peraturan Pemerintahan (PP) sebagai turunan berbagai undang-undang di atas, antara lain :
1.      PP Nomor 23 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
2.      PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
3.      PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
4.      PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
5.      PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.
6.      PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Daerah.
7.      PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengeloalaan Keuangan Daerah.
8.      PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
9.      PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah 
PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun.
Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dimaksudkan  untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan,  baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
Secara definisi, sistem akuntansi akrual adalah suatu metode pencatatan transaksi atau peristiwa dan pengakuan biaya (beban) berdasarkan periode terjadinya peristiwa atau transaksi tersebut. Sedangkan menurut metode single entry atau cash basis pencatatan dan pengakuan peristiwa dilakukan saat pembayaran dilakukan.
Dalam sistem akrual, pencatatan biaya depresiasi suatu aset dibebankan ke periode waktu selama suatu aset tersebut digunakan berdasarkan biaya harga pembelian aset. Sedangkan menurut sistem akuntansi berbasis kas, biaya pengadaan aset tersebut dibebankan ke periode saat dilakukan pembayaran atas harga aset.

Isu tentang pentingnya timing dalam pengakuan / recognition suatu transaksi atau peristiwa ekonomi merupakan hal yang sangat penting dalam lingkungan sstem akrual, sehingga lebih membantu dalam meningkatan akuntabilitas pengambilan keputusan. Angka-angka akuntansi berdasarkan sistem akrual dianggap lebih informatif, membawa implikasi yang signifikan untuk pimpinan daerah dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mahabbah

 Cinta itu  laksana sebuah perang,  amat mudah mengobarkannya,  namun amat sulit untuk memadamkannya   Ketika kita mencintai,  perasaan kita...