Perkembangan Finacial Techonogi : Analisa
Prespektive Maqashid As-Syar'iyah
Oleh : Tri Aji Pamungkas
Kordinator FoSSEI Regional Jabodetabek
Jakarta , 25 April 2018. Perkembangan industri finacial tecnology semakin
mempesona pasar dan menjadi idaman bagi para pelaku pasar untuk berlomba lomba
dalam mendapatkan kesempatan bisnis yang hingar binar kali ini .nilai transaksi
fintech di Indonesia sepanjang tahun ini diprediksi akan mencapai 19 miliar
dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 253,44 triliun.nilai yang sangat
fantasic dalam dunia digital kali ini. Berbagai macam jenis fintech menghiasi
pasar indonesia. ada yang bersifat P2P ada yang bersifat Crowthfunding dan
berbagai jenis lainya yang memanfaatkan potensi bisnis di indonesia.
Perkembangan industri digital merupakan bagian dari revolusi ekonomi dan
industri, secara tidak langsung perkembangan ini mendapatkan banyak hal yang
bersifat positif dan akan menjadi negatif apabila kita tidak melakukan tanggapan
atas perkembangan ini. Sejauh ini daftar
fintech yang terdaftar di otoritas jasa keuangan adalah sebanyak 36 perusahaan
dan di proyeksikan akan terus bertambah. Dari segi asosiasi terdapat 134
perusahaan start up , 24 berbentuk keuangan dan 7 mitra asosiasi yang terdapat
dalam asosiasi fintech di indonesia.
Kali ini kita akan membahas perkembangan fintech dan aspek maqhasid dalam
perkembanganya. Setidaknya dalam prinsip ekonomi islam kita tidak akan
melewatkan setidaknya 5 aspek penting tujuan syariah menurut Imam Al- Ghazali
dan sebagian imam lainya menambahkan dengan aspek lainya.
Dalam pandangan islam perkembangan ekonomi,politik,sosial dan peradaban
meski meninjau aspek tujuan syariah yang terkandung dalam tujuan syariah yakni
menjaga Agama, menjaga harta, menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga jiwa.
Perkembangan finacial technologi meski di tanggapi positif bagi siapapun
yang ingin berkembang dan meski di tanggapi secara preventive bagi regulator
dan pemangku kebijakan. Berbagai penelitian terkait dengan evolusi bisnis
digital akan menambah pekerjaan baru yang tidak ada sekarang dan di proyeksikan
akan menggusur pekerjaan lama. Mengutip pernyataan Dr Kolapaking dari staf ahli
kominfo ‘’ bahwa evolusi digital menjadi hambatan pekerjaan lama memang ia
namun itu hanya gejala sementara, kedepan jika sudah terbiasa kita akan
mendapatkan manfaat yang sangat besar’’.
Permasalahan sebenarnya adalah seberapa banyak pekerjaan baru yang akan
datang berhasil mengakomodir manusia bekerja, dan seberapa banyak pekerjaan
yang hilang dengan kuantitas objek atau orang yang termasuk di dalamnya. Permasalahan
ini ada situasi kunci khususnya di industri Finacial technologi, apabila
evolusi ini berjalan dengan lancar maka akan menggerus industri perbankan
apabila tidak di imbangi dengan evolusi yang dilakukan perbankan.
Berkaitan dengan ini yang menjadi perhatian adalah dari kualitas pekerja
indonesia apakah bisa mengimbangi proses
evolusi atau tertinggal hanya sebagai konsumen. Melihat dari berbagai kacamata
tujuan syariah, perkembangan financial teknologi ini memerlukan perhatian khusu
dari pemangku kebijakan untuk menjaga berbagai aspek secara pandangan islam.
Pertama , menjaga konsep penjagaan agama dan harta baik . dalam hal ini meski jadi
prioritas karena secara sistemik di pastikan harus berprinsip syariah dan
terhindar dari praktik riba yang akan memebrikan jjariayah dosa kepada setiap
pengguna yang ada di indonesia dan menambah buruknya iso maslahah dalam proses
bisnis yang dijalankan. Selain itu dalam konsep penjagaan hara juga tidak
terkecuali dari aspek bagai menjaga dan melakukan tindakan preventif terhadap
resiko yang akan terjadi. Selain itu dalam aspek harta juga menjaga konsumen
juga perlu di akomodir dan dijaga untuk menjadikan sustainblity bisnis dan
aspek maslahah.
Kedua , menjaga konsepsi penjagaan jiwa dan akal. Dalam hal ini
data dari klien khususnya konsumen perlu di lindungi dan dijadikan fokus utama
dalam pengembangan bisnis basis digital. Menurut asosiasi digital australia
indonesia memang memiliki pasar yang sangat besar dan potensial akan tetapi
belum savety dan dapat aman melakukan kegiatan bisnis di indonesia khusunya di
dunia fintech. Perlu adanya kolaborasi dan kerjasama dalam pelaksanaanya
teruatama dengan adanya banyak perbedaan lankap bisnis masing- masing pengusaha
fintech dan formulasinya berbeda sehingga perlu adanya perhatian khusus.
Terakhir aspek maslahah. Dalam aspek ini perlu dilihat secara makro kepada
siapa menguntungkan bisnis digital ini ? berapa banyak pelaku usaha digital
dari indonesia? dan berapa perbandinganya dari luar indonesia ? berapa banyak
start up yang di akuisisi oleh asing ? berapa banyak dunia fintech yang
memanfaatkan potensi indonesia ?
Dari sini kita bisa melihat kualitas dan kapasitas pelaku ekonomi di
indonesia apakah cenderung sebagai konsmen atau berprilaku sebagai produsen. Apabila
prodeusen apakah produsen utama atau produsen pembantu. Meningkatnya nilai
produksi barang di suatu negara adalah prestasi bagi suatau bangsa bernilai
produktif tinggal bagaimana cara distribusi dan menjadikan barang atau jasa itu
laku di pasaran dan pemerintah bertanggung jawab atas apa yang dilakukan
tersebut. Tingkat PDB indonesia masih di dominasi oleh transaksi barang fosil
yang itu akanpunah di kemudian hari , sedangkan potensi indonesia lebih dari
apa yang dibayangkan . hadirnya industri fintech meski menyetuh sisi-sisi yang
tidak bisa di jangkau betul oleh perbankan dan tetap menjaga resiko dengan baik
untuk satabilitas keuangan secara nasional. Dan hadirnya skematik syariah dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif dalam melakukan kegiatan ekonomi dan menjadi
aspek solutif dalam kemaslahatan ekonomi, secara harfiah ekonomi dengan prinsip
islam adalah satu-satunya sistem yang solutif dalam permasalahan ekonomi
indonesia. kehalalan sebuah sistem merupakan bagian terpenting dalam kegiatan
ekonomi. Semoga kedepan ekonomi kita menjadi ekonomi halal.
#BeraniHalal
#HalalkanEkonomiIndonesia
#Kamnas2018