Senin, 09 April 2018

Wakaf Produktif Melalui Sukuk Negara, Salah Satu Solusi Pengentasan Kemiskinan

Wakaf Produktif Melalui Sukuk Negara, Salah Satu Solusi Pengentasan Kemiskinan

Oleh: Eri Hariyanto, Pegawai Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan

Wakaf Produktif
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan yaitu Rp361.990,-) di Indonesia mencapai 27,77 juta orang (10,70 persen). Dilihat dari jumlahnya, kemiskinan di Indonesia masih cukup besar. Pemerintah telah menggulirkan berbagai program untuk mengatasi kemiskinan baik secara langsung maupun dengan berbagai program yang bertujuan untuk membangun perekonomian sehingga secara tidak langsung akan mengurangi angka kemiskinan. Untuk mempercepat pengurangan kemiskinan sesungguhnya diperlukan kerja bersama (sinergi) antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mayoritas penduduk beragama Islam, Pemerintah dapat bersinergi memanfaatkan berbagai instrumen ekonomi yang ada pada hukum Islam seperti: zakat, infaq, sedekah, dan waqaf untuk mengatasi kemiskinan.
Hasil gambar untuk Wakaf produktif melalui sukuk Seperti halnya zakat, wakaf juga mempunyai potensi yang sangat besar dalam mendukung pengurangan kemiskinan. Kata wakaf atau waqf berasal dari bahasa Arab, yaitu Waqafa berarti menahan atau berhenti atau berdiam di tempat atau tetap berdiri. Wakaf dalam Kamus Istilah Fiqih adalah memindahkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan yang memberi manfaat bagi masyarakat. Wakaf menurut hukum Islam dapat juga berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun berupa badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam.
Wakaf yang dikenal saat ini lebih populer sebagai pemindahan aset milik perorangan kepada pihak pengelola wakaf (nadzir) untuk digunakan sebagai sarana ibadah atau pendidikan misalnya: pembangunan masjid atau madrasah. Padahal manfaat wakaf dapat lebih luas lagi terutama dari sisi ekonomi yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Rasulullah Muhammad SAW memberikan contoh agar wakaf dapat bernilai ekonomi tinggi. Saat itu, ketika tahun ke 3 Hijrah (625 Masehi) Umar bin Khattab memperoleh tanah rampasan perang (fai) di wilayah Khaibar yang sangat subur. Umar ingin mensedekahkan tanah tersebut, namun Rasulullah memerintahkan agar Umar menahan lahan tersebut sedang hasil dari mengolah lahan tersebut yang disedekahkan untuk keperluan fakir miskin dan juga jihad fii sabilillah. Yang dimasudkan menahan adalah mewakafkannya, tidak menjual atau menyewakannya.
Seiring dengan perkembangan potensi wakaf di Indonesia, berkembang pula ide-ide untuk memanfaatkan wakaf agar lebih bernilai ekonomis dan bukan hanya sekedar filantropi. Harapannya wakaf dapat memberikan manfaat secara berkesinambungan. Salah satu ide tersebut dikenal dengan wakaf produktif yaitu mewakafkan harta yang digunakan untuk kepentingan produksi baik dibidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa yang menfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih dari hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang – orang yang berhak sesuai dangan tujuan wakaf. Dalam Islam, wakaf sendiri dapat bersifat permanen (abadi) khususnya harta tetap yang diwakafkan untuk masjid, kuburan, madrasah, dll. Selain itu wakaf dapat pula bersifat temporer atau dalam kurun waktu tertentu dapat berupa aset tetap, aset bergerak atau uang. Wakaf produktif lebih banyak dihubungkan dengan wakaf temporer.
Wakaf Produktif Melalui Sukuk Negara
Ide wakaf produktif melalui Sukuk Negara sebenarnya dilandasi keinginan untuk mensinergikan potensi wakaf temporer yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga ZISWAF (zakat, infaq, shodaqoh dan waqaf) dengan penggunaan proceed (hasil penerbitan) Sukuk Negara untuk keperluan pembangunan. Harapannya sinergi tersebut akan memberikan dampak yang cukup besar baik dalam mendorong pembangunan, maupun pengurangan kemiskinan dengan memanfaatkan dana imbal hasil dari Sukuk Negara.
Sederhananya alur Wakaf Produktif melalui Sukuk Negara adalah sebagai berikut:  masyarakat Indonesia melalui beberapa badan ZISWAF (selaku pihak yang berwakaf atau wakif)  membeli Sukuk Negara dalam tenor tertentu, misalnya 3 tahun. Selanjutnya dibuat suatu perjanjian bahwa investor Sukuk Negara bertindak selaku Wakif tidak menerima imbalan dari Sukuk Negara. Imbalan selama tenor Sukuk Negara selanjutnya disalurkan kepada badan ZISWAF yang disepakati untuk digunakan dalam berbagai program pengurangan kemiskinan. Setelah tenor Sukuk Negara berakhir (jatuh tempo) maka dana investasi dari para Wakif akan diterima kembali secara otomatis. Dengan demikian, wakaf produktif melalui Sukuk Negara ini dapat dikategorikan sebagai wakaf temporer selama tenor Sukuk, sedangkan hasil investasinya disedekahkan untuk program pengurangan kemiskinan.
Pemerintah, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 75/PMK.08/2009 Tentang Penerbitan dan Penjualan SBSN Dengan Cara Penempatan Langsung (Private Placement), memberikan kesempatan kepada perorangan WNI maupun kumpulan perorangan dalam bentuk organisasi atau bukan, baik di dalam negeri atau di luar negeri untuk berinvestasi pada Sukuk Negara secara penempatan langsung melalui Peserta Lelang yang ditunjuk Pemerintah. Sesuai aturan tersebut, investasi secara langsung melalui Sukuk Negara dapat dilakukan dengan jumlah minimal yaitu Rp250 milyar atau 100 juta USD. Dengan begitu, sebenarnya terbuka luas baik bagi masyarakat perorangan, badan amal termasuk Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) untuk berpartisipasi dalam program wakaf produktif melalui Sukuk Negara.
Dalam hal pemanfaatan dana imbalan Sukuk Negara untuk penanggulangan kemiskinan, kiranya lembaga/badan ZISWAF selaku penerima dana tersebut perlu melakukan koordinasi baik antar lembaga ZISWAF maupun dengan Pemerintah. Koordinasi ini perlu dilakukan agar program tersebut tidak tumpang tindih antar lembaga dan juga sejalan dengan program pemerintah. Program ini tentu akan lebih elok apabila investasi dana wakaf produktif melalui Sukuk Negara ini dapat dilakukan secara reguler dengan jumlah yang terprediksi. Sehingga kedepannya dapat ditentukan sasaran yang ingin dicapai, misalnya dalam satu tahun melalui investasi wakaf produktif ini ditargetkan untuk  mengentaskan 10.000 orang dari jurang kemiskinan. Dengan koordinasi yang baik, transparansi dalam pemanfaatan dana, dan hasil yang nyata, diharapkan semakin banyak masyarakat Indonesia berperan serta dalam wakaf produktif ini serta semakin banyak menciptakan muwaqif baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mahabbah

 Cinta itu  laksana sebuah perang,  amat mudah mengobarkannya,  namun amat sulit untuk memadamkannya   Ketika kita mencintai,  perasaan kita...