Senin, 09 April 2018

Islamic Project Financing

Mengenal Islamic Project Financing

Hasil gambar untuk Islamic Project Financing
Oleh: Dian Handayani, Dosen Politeknik Keuangan Negara STAN, Kementerian Keuangan
Kebutuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia mencapai hampir Rp5.000 triliun sampai dengan 2019 dan Pemerintah terus menunjukkan komitmennya untuk mewujudkannya. Konektivitas dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam menjadi sasaran pembangunan infrastruktur dengan berkesinambungan menjadi kata kuncinya. Dengan keterbatasan Pemerintah maka pemanfaatan dana melalui APBN harus dilakukan secara terukur dan terencanakeberlangsungannya. Dukungan secara langsung melalui alokasi dalam APBN tidak semata ditujukan untuk membangun fisik proyek infrastruktur yang dibutuhkan. Namun juga untuk mengkapitalisasi dan menciptakan leverage untuk keberlangsungan pembangunan.
APBN yang sumber utamanya berasal dari pembayaran pajak masyarakat dan dunia usaha belum dapat memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur tersebut. Ketika APBN tidak dapat memenuhi kebutuhan belanja maka perlu dicari sumber pembiayaan yang hinggasaat ini sumber utamanya berasal dari utang. Utang menimbulkan eksposure langsung terhadap  APBN melalui beban bunga utang yang harus dibayar tiap tahun. Alternatif lainnya adalah melalui BUMN yang dilibatkan secara langsung dalam kegiatan pembangunan, baik sebagai pelaksana, pemberi fasilitas dukungan Pemerintah, juga sebagai penyedia sebagian pembiayaan. Pendekatan tersebut membutuhkan kapasitas BUMN yang cukup kuat terutama ketika porsi pembiayaan yang dibutuhkan sangat besar sehingga dapat mempengaruhi kesehatan keuangan BUMN.
Project Financing
Dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur terdapat pula pendekatan lain yaitu project financing. Sebagaimana diungkapkan oleh Joha & Janssen dalam Rarasati(2014), struktur project financing merupakan struktur di mana pembangunan infrastruktur itu sendiri yang akan mencari pendanaan yang dibutuhkan (the infrastructure development project itself will seek the funding).Dalam project financing, pembiayaan yang dibutuhkan untuk pembangunan suatu proyek akan dikembalikan dari hasil yang diperoleh dari proyek tersebut. Project financingbergantung pada evaluasi terhadap konstruksi proyek serta alokasi risiko operasional dan pendapatan antar investor (Yescombe dalam R. Sadikot, 2012).
Utarja(2017) mengemukakan bahwa struktur ini yang berperan di balik berdirinya beberapa infrastruktur yang menjadi ikon di dunia, seperti Terusan Suez, Burj Khalifa, dan EURO-tunnel. Dari berbagai definisi mengenai project finance, disimpulkan bahwa project finance bukan mengacu pada suatu pinjaman yang diberikan pada suatu proyek semata. Namun project finance lebih merupakan suatu pengaturan dengan struktur tertentu yang melibatkan pinjaman kepada suatu entitas yang dibentuk secara khusus untuk pembangunan suatu proyek tertentu.
Diungkapkan pula oleh Rarasati (2014) bahwa project financingmelibatkan kombinasi antara promotor proyek selaku pelaksana proyek, pemilik dana yang meminjamkan dananya, juga lembaga multilateral dan lembaga kredit ekspor. Sumber pendanaannya beragam, dapat berasal dari pinjaman, penerbitan obligasi, maupun leasing. Skema pengadaannnya pun bermacam-macam. Dalam skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha, pemerintah dan badan usaha berbagi tanggung jawab dan risiko sesuai dengan domain masing-masing. 
Islamic Project Financing
Islamicfinanceatau keuangan syariah menjadi kebutuhan yang muncul ketika ekonomi Islam mulai bergeliat. Prinsip pembangunan ekonomi yang didasarkan pada prinsip syariah dan pemenuhan maqoshid syariah, membuat para penggiat ekonomi Islam juga harus turut memperhatikan sumber dan cara pembiayaannya. Terutama ketika krisis utang dan krisis ekonomi global melumpuhkan lembaga keuangan internasional di negara-negara maju yang diakibatkan perilaku kecurangan (deceitful) dan keserakahan (greed).
Islamic finance sebagai alternatif sistem keuangan untuk mencapai stabilitas, pemerataan, dan pertumbuhan. Islamic financemelarang segala bentuk riba, gharar, maysir, dan obyek yang diharamkan.Islamic finance juga melarang transaksi yang melibatkan bunga (interest), perjudian (gambling), dan spekulasi yang cenderung hanya memperkaya segelintir orang dan berdampak buruk bagi pemerataan perekonomian. Islamic finance mempromosikan pembangunan sosial dan ekonomi melalui praktek bisnis tertentu dan zakat.Hal ini menunjukkan bahwa Islamic finance tidak berorientasi keuntungan semata, namun juga memiliki tujuan yang lebih besar sesuai ajaran Islam.
Dalam Islam, uang hanya merupakan alat pertukaran dan tidak memiliki nilai intrinsik, sehingga nilainya seharusnya sama seiring berjalannya waktu. Jika seseorang meminjamkan uang, maka peminjam harus mengembalikannya dalam jumlah yang sama. Dalam Islam, pinjam meminjam didasarkan pada motif sosial dan dinamakan qard. Bentuk Islamic financing dapat berupa asset-based financingyang karakternya mendekati utang (debt-like) maupun asset-backed financing yang karakternya mendekati ekuitas (equity-like). Persamaan keduanya adalah bahwa pembiayaan diperoleh berdasarkan aset maupun persediaan barang yang riil, dimana mekanismenya harus memperhatikan nilai etika dalam setiap transaksinya.
Menggunakan pendekatan case study dan delphy study, Rara sati (2014) dalam penelitiannya merangkum berbagai skema transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah, yang dapat digunakan dalam pembiayaan infrastruktur. Dalam Islamic project financing, musharaka, mudaraba, dan sukuk merupakan skema yang dapat digunakan, dimana musharaka dan mudaraba merupakan bentuk ekuitas dan sukuk merupakan bentuk utang. Sedangkan skema lainnya seperti ijara (sewa), istisna (pemesanan), kafalah (jaminan), murabaha (jual beli dengan mark-up yang jelas), dan musawama (tawarmenawar) merupakan skema pendukung.  
Di Indonesia, dengan keberpihakan Pemerintah melalui pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), besar peluang untuk pelaksanaan Islamic Project Financing, terutama ketika KNKS mendorong pembentukan Bank BUMN Syariah. Pada awal tahun 2017 lalu bank syariah berkomitmen untuk menggencarkan pembiayaan infrastruktur untuk meningkatkan kontribusi mereka dalam kegiatan pembangunan. Salah satu realisasinya adalah melalui pembiayaan sindikasi tujuh bank pembangunan daerah syariah untuk pembangunan Bandar Udara Internasional Jawa Barat di Kertajati (Pikiran Rakyat, 2017). Walaupun relative tidak besar dari sisi jumlah yaitu Rp906 miliar, namun halter sebut menjadi milestone peransektor keuangan syariah dalam pembangunan infrastruktur. Bukant idak mungkin institusi keuangan syariah pun dapat berperan serta dalam skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus program Pemerintah saat ini.
*) Tulisana dalah pendapat pribadi dan bukan kebijakan dari institusi tempat penulis bekerja.
Referensi:
R. Sadikot. (2012). Islamic Project Finance: Shari ’ a Compliant Financing of Large Scale Infrastructure Projects Rishad Sadikot. Online Journal on Southwest Asia and Islamic Civilization, 1–9.
Rakyat, P. (2017). BIJB Dapat Fasilitas Sindikasi Bank Syariah. Retrieved January 13, 2018, from http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/06/13/bijb-dapat-fasilitas-pembiayaan-sindikasi-bank-syariah-403141
Rarasati, A. D. (2014). Islamic project financing in Indonesian infrastructure development. Retrieved from http://eprints.qut.edu.au/76530/
Utarja, B. (2017). Project Finance, Konsep, Aplikasi dan Evaluasi. Info Risiko Fiskal, 57–63.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mahabbah

 Cinta itu  laksana sebuah perang,  amat mudah mengobarkannya,  namun amat sulit untuk memadamkannya   Ketika kita mencintai,  perasaan kita...