Islamic
Accounting Salam Framework and Practice In Indonesia
Oleh:
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI
Indonesia memiliki potensi ekonomi
dari bidang pertanian yang sangat
besar. Hal ini karena Indonesia
memiliki potensi ketersediaan lahan
yang cukup besar
dan belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan kondisi biofisik
lahan (fisiografi, bentuk wilayah, lereng dan
iklim),luas potensi lahan basah yang
belum digarap adalah
16,7 juta hektar. Sedangkan untuk lahan kering masih tersisa lahan potensial
seluas 22,3 juta
hektar[2].
Namun, potensi yang besar tersebut tidak dapat dioptimalkan untuk memenuhi
kebutuhan pangan dalam negeri. Sebagai negara agraris, Indonesia mengimport
beras, sayur-sayuran dan buah-buahan dalam
jumlah yang sangat besar. Pada tahun 2011, Indonesia
mengimpor beras sebanyak 800.000
ton, dari Vietnam sebanyak
500.000 ton dan dari Thailand sebanyak 300.000 ton[3].Hal ini
adalah tantangan bagi semua pihak untuk dapat memanfaatkan
potensi ketersediaan lahan yang
sangat luas tersebut sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi
pertanian dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bai’us Salam ini dibutuhkan oleh banyak kalangan,
misalnya orang-orang yang memiliki kemampuan dan keterampilan namun mereka
tidak miliki modal yang cukup untuk menjalankan apa yang menjadi obsesinya.
Mereka ini bisa menjual sampel produk mereka (sebelum ada produk dalam jumlah
besar) dan mendapatkan uang kontan. Uang kontan ini bisa mereka manfaatkan
untuk menyiapkan bahan baku dan biaya operasinal pengadaan produk, seperti
untuk membeli bibit, alat, pupuk dan lain-lain; Bisa juga untuk memenuhi
kebutuhan diri dan keluarga selama proses pengerjaan produk tersebut. Kemudian
setelah produk siap, mereka bisa menyerahkannya sesuai dengan pesanan pada
waktu yang telah ditentukan. Apabila produknya tidak dapat memenuhi pesanan
maka ia harus mencari dan mendapatkan produk orang lain untuk memenuhi pesanan.
Hal ini karena barang (al-Muslam fihi) tidak boleh ditentukan harus dari hasil
produksi mereka saja.[4]
Potensi pembiayaan salam terhadap
pertanian yang dianggap mengikuti pada peluang pengembangan pertanian di
indonesia menjadikan perhatian terhadap khalayak akuntansi salam yang dianggap
sebagai nomenklatur pencatatan didalam perbankan sendiri.[5] Pembiayaan dengan akad salam sebenarnya diakui
eksistensinya di perbankan syariah. Hal ini di tunjukkan dalam data statistik
perbankan syariah yang di publikasikan oleh Bank Indonesia mulai tahun 2008 hingga sekarang, pembiayaan dengan
akad salam selalu ditampakkan dalam setiap laporan tahunannya.Sayangnya data menunjukkan
bahwa akad salam sudah tidak lagi
diterapkan di perbankan syariah (0,00%).Tidak hanyaitu, Bank Indonesia
selaku otoritas industri perbankan juga telah menetapkan standarisasi bagi akad
salam dalam PBI (Peraturan Bank Indonesia) tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran
Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah,yang tercantum dalam pasal 11 dan pasal 12.Disamping itu juga
disertai adanya aturan baku tentang penerapan akuntansi akad salam yang tercantum
dalam PSAK No.103 tentang Akuntansi
Salam.[6]
Salam adalah kombinasi dari
pembiayaan, produksi dan penjualan.
Oleh karena itu,
untuk mendorong terpenuhinya cita-cita luhur untuk mensejahterakan
petani dan meningkatkan produksi hasil
pertanian, maka Perbankan Syariah sebagai lembaga intermediary dapat menyalurkan pembiayaan dengan
cara jual beli Salam dengan kisaran
persentase margin antara 10-15%. Peneliti menyadari, bahwa
untuk meningkatkan kesejahteraan petani
dan memberikan keuntungan bagi
Perbankan Syariah sebagai pembeli dalam akad Bai’ Salam, maka persentase margin
yang disarankan adalah sebesar 12,5% dengan
maksimal jangka waktu pembiayaan
adalah 6 (enam) bulan. Namun, bila jangka waktu pembiayaan untuk hasil pertanian
lebih dari 6 (enam) bulan, maka
disarankan dilakukan negosiasi
dengan kenaikan persentase margin sebesar 0,5% setiap bulan. Misalkan,
untuk panen hasil pertanian yang
memerlukan waktu 7 (tujuh) bulan, maka persentase margin yang digunakan adalah
sebesar 13%[7].
Literatur Review
Dengan
hal ini Akuntansi Salam (PSAK 103) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 103 menggantikan
pengaturan mengenai akuntansi salam dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan
Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002[8].
Berdasarkan surat Dewan
Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk
akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal
di tahun 2007, PSAK 103 mengalami perubahan pada 06 Januari 2016 terkait definisi
nilai wajar yang disesuaikan
dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif.[9]
Berdasarkan hasil kajian literatur, maka masalah tidak diterapkannya akad
salam di perbankan syariah diantaranya adalah:
1. Kekhawatiran pihak bang atas
kecurangan atau gagal panen petani BPRS ASRI MADANI sampai saat ini belum
pernah melakukan pembiayayaan salam dikarenakan menurut manajer pemasarannya
pembiayaan salam masih rawan terjadi kecurangan. Terutama kecurangan yang di
lakukan petani apabila petani tersebut tidak menyerahkan hasil dari panen
sesuai kesepakatan awal. Menurut pendapat BPRS, pembiayaan salam sebenarnya
menguntungkan petani, terutama petani singkong yang sanagat sulit memasarkan
panennya. Bagi BPRS sendiri, pembiayaan salam juga menguntungkan, apabila
kualitas dan kuantitas barang sesuai dengan kesepakatan awal.
Kendala yang mungkin akan muncul apabila BPRS menerapkan pembiayaan salam
ialah apabila petani mengalami gagal panen, maka kualitas dan kuantitas
barang akan tidak sesuai dengan apa yang
disepakati di awal.
Permasalahan operasionalisai yang mungkin akan terjadi pada pembiayaan
salam ialah sulitnya memberi pemahaman pada calon nasabah mengenai pembiayaan
salam, serta mengawasi petani agar tetap menjaga kualitas dan kauntitas hasil
panennya.[10]
2. Resiko yang melekat pada akad
salam cukup besar
Beberapa resiko yang akan di hadapi seperti, waktu panen yang musiman, cuaca
buruk ataupun hama penyakit, antar resiko biaya yang tidak sebanding dengan
keuntungan, brang yang dipesan saat jatuh tempo tidak ada dan kualitasnya tidak
bagus, harus ada tempat menyimpanan atau gudang, harga barang tidak bisa
ditentukan setelah panen, waktu untuk menunggu dan barang tidak sesuai harapan.[11]
3. Kurangnnya sosialisai mengenai
akad salam kepada petani
Tidak tahu akad salam, hanya mengetahui pembiayaan musiman atau pembiayaan
angsuaran, pihak bank juga tidak menjeskan, hanya menjelaskan pembiayaan
musiman atau angsuran.
Dengan adanya permasalahan
tersebut, perlu adanya solusi yang dapat menjadikan akad salam sebagai salah
satu produk pembiayaan yang applicable, bankable serta marketable untuk
diterapkan di industri perbankan syariah. Dengan melakukan modofikasi yang di
harapkan dapat mengeleminasi masalah masalah yang melekat pada akad salam
yaitu:
a. Mendirikan bank pertanian
Dengan mendirikan bank pertanian maka akad salam dapat diterapkan guna
menjadi salah satu model pembiayaan dalam pertanian. Menutut kalangan pakar,
mereka berpendapat bahwa dalam mendirikan bank pertanian perlu adanya masa
transisi. Artinya bank pertanian tidak langsung berdiri sebagai wujud yang
dalam aspek hukumnya pun harus tunduk dan memenuhi syarat-syarat hukum
perbankan, akan tetapi bank pertanian dapat di bentuk melalui lembaga-lembaga
BMUD. Strategi ini juga yang menjadi prioritas berdasarkan pada data gabungan
antara pakar dan praktisi.[12]
b. Memberiakn sosialisasi dan
edukasi pada petani
Melalui program sosialisai, edukasi dan komunikasi baik pada nasabah
umumnya maupun nasabah khusus dalam hal ini petani. Program ini tidak hanya
dilakukan oleh perbankan akan tetapi dapat juga dilakukan oleh pihak eksternal
sperti akademisi dan sebaginya.[13]
c. Sistem pembayaran akad salam
dengan pilihan sistem tunai atau di angsur
Model pembiayaan sitem salam pada petani dengan pararel maka lembaga
keuangan syariah (Bank Syariah, BPR Syariah, dan Koperasi Syariah) akan
memperoleh keuntungsn dari margin/marup harga. Sistem pembayaran seperti
istisna yaitu dengan cara diangsur atau dengn cara murobahah.[14]
d. Besar piutang petani bukan sebagai
dasar harga perolehan hasil panen
Untuk meminimalisir kerugian pihak bank karena resiko gagal panen, maka
besarnya piutang bukan sebagai besarnya harga beli pihak bank, tapi sebagai
pembayaran uang muka atau DP. Harga perolehan ditentukan setelah diketahui
hasil panen dengan menggunkan jasa appraisal atau kerjasama dengan dinas
pertanian, mengingst salah satu tugas dians pertanian adalah merumuskan kebijakan
operasional, pembinaan, pengaturan fasilitas pengembangan usaha dan pengelolaan
dan hasil pertaniaan, atau dengan cara lain yang tidak menutup kemungkinan
untuk melancarkan transaksi ini. Dan menurut pemkiran penulis, petani tidak
akan keberatan selama besarnya piutang sesuai dengan kualitas barang.
Pembahasan Perkembangan PSAK umum
dan Salam
Kerangka dasar perubahan
Source : Update Perkembangan Standar
Akuntansi” Jum’at, 14 Juni 2013 Gd.
Conference Hall Universitas Narotama, Surabaya
Pilar
pilar perubahan standart terjadi pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik signifikan
SAK-ETAP,Standar Akuntansi Syari’ah – SAK Syariah,Standar Akuntansi
Pemerintahan – SAP termasuk dengan adanya Penerbitan ED PSAK 103 (Penyesuaian
2015): Akuntansi Salam bertujuan untuk meminta tanggapan atas seluruh
pengaturan dan paragraf dalam ED PSAK tersebut.untuk memberikan panduan dalam
memberikan tanggapan, berikut ini hal yang diharapkan masukannya:
1. Definisi Nilai Wajar
ED
PSAK 103 (Penyesuaian 2015): Akuntansi Salam mendefinisikan nilai wajar sebagai
harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset dalam transaksi teratur
antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran.
Apakah
Anda setuju dengan definisi nilai wajar tersebut?
Dalam
praktik nya yang terjadi dilapangan penentuan nilai wajar sebagai basis harga
memang relevan dengan keadaan di era sekarang. Akan tetapi penetuan atas nilai
wajar akan menimbulkan cost baru yang akan mengubah posisi harga yang kurang
kompetitif di banding dengan menggunakan akad transaksi lainya. Apabila nilai
wajar efektif dan tidak mempengaruhi harga maka nilai wajar bisa diambil
sebagai dalil. Dilain sisi nilai wajar pun diambil dari nilai pasar akan lebih
relevan dari pada tidak melakukan penyesuaian pasar, maka penulis menyarankan
terkait isu ini diambil jalan tengah dengan melakukan konfirmasi nilai wajar
dengan nilai pasar pada barang tertentu dan tidak pada barang tertentu.
2. Tanggal Efektif dan Ketentuan Transisi
ED
PSAK 103 (Penyesuaian 2015): Akuntansi Salam memberikan tanggal efektif atas
perubahan definisi nilai wajar pada tahun buku yang dimulai pada atau setelah
tanggal 1 Januari 2016 secara prospektif.
Apakah
Anda setuju dengan ketentuan tanggal efektif dan ketentuan transisi tersebut?
Tergantung
pada posisi mana memahami tanggal yang dimaksud. Apabila transaksi bernilai
material maka sudah seharusnya melakukan perubahan tanggal efektif. Sedangkan
apabila tidak material maka lebih baik tidak dilakukan perubahan. Maka hal ini
perlu kategorisasi pada pernyataan ini.
Pada awal nya perubahan terjadi pada adanya
adopsi yang terjadi terhadap IFRS yang kemudian dilanjutkan dengan adanya
perubahan pada pernyataan yang lainya yang kita sebut sebagai pernyataan
standart akuntansi syariah. Pada tahun 2009 atau tepatnya 17 juli terjadi
beberapa perubahan terhadap psak syariah yakni PSAK 100-106 yang termasuk
didalamnya PSAK 103 terkait Akuntansi salam. Kerangka konseptual, Penyajian Laporan Keuangan Syariah, Akuntansi
Murabahah, Musyarakah, Mudharabah , Salam, Istishna yang menjadi salah satu
perubahan besar pada akuntansi dengan basis transaksi syariah.
Tahun
2012 indonesia menerapkan full based IFRS. Transaksi transaksi syariah termasuk
salam mengalami perubahan yang bertujuan memberikan informasi kepada khalayak
yang relevan dengan kondisi tuntutan zaman.
Kesimpulan
Perubahan pernyataan standar di sesuaikan dengan kondisi dan tantangan yang
terjadi di dalam proses bisnis yang berkembang. Perubahan terjadi di iringi
dengan adanya kepentingan bisnis dan pemegang kepentingan dalam laporan
keuangan.
Adanya
beberapa perubahan dari tahun ketahun atau periode keperiode membuktikan adanya
dinamisme ilmu akuntansi.
[1] Mahasiwa
semester akhir stei sebi
[3] bisniskeuangan.kompas.com,
2012.
[5]
Kristiyanto, Rahadi. 2008. Konsep
Pembiayaan Dengan Prinsip
Syariah dan Aspek
Hukum dalam Pemberian Pembiayaan
Pada PT BRI, Tbk.
Kantor Cabang Semarang,Tesis.
Univeritas Dipenogoro. Semarang.
[6]Wiwik
fitrianingsih, Modifikasi perlakuan akad pembiayaan salam,Universitas Jember
[7]
Putri, M. Andhita
dan Miranti Kartika
Dewi. 2011. Developing Salam
Based Financing Product Indonesian Islamic
Rural Bank Business and
Management Quarterly Review.
[8]
Iaiglobal.or.id
[9]
Iaiglobal.or.id
[10] Rozik,
A dkk 2014 Model Pembiayaan Salam pada Petani Singkong dan Usaha Kecil berbahan
Singkong di Kabupaten Jember, Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol 12 No.2
Des 2014
[11]
Affansi, Anas. 2014 Makna Pembiayaan Salam Perspektif Perbankan Syariah dan Petani
DI Probolinggo, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Vol 2 No.2
[12] Devi,
Abrista.2011 Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi tidak diterapkannya akad
Bay As Salam di Bank Syariah Indonesia, Riset Perbankan Syariah /FRPS IV
[13] Devi,
Abrista.2011 Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi tidak diterapkannya akad
Bay As Salam di Bank Syariah Indonesia, Riset Perbankan Syariah /FRPS IV
[14] Rozik,
A dkk 2014 Model Pembiayaan Salam pada Petani Singkong dan Usaha Kecil berbahan
Singkong di Kabupaten Jember, Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol 12 No.2
Des 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar